Masalah
konsep dasar tentang hakekat manusia adalah masalah yang sangat principal dalam
sistem bimbingan dan konseling, sebab dari konsep dasar itulah ditarik segala
sesuatu yang berkaitan dengan pemaknaan
konsep dasar tersebut dalam praktek, utamanya dalam (a) menetapkan tujuan
konseling, (b) memperlakukan konseli, (c) menjalin hubungan antara konseli
dengan konselor, (d) menetapkan prosedur dan teknik, dan (e) menjawab
masalah-masalah yang berkaitan dengan etis
Dalam
bidang bimbingan, Corey (1996 : 90-444) menunjukkan ada Sembilan pendekatan
dalam konseling yaitu : Psikoanalitik, Adlerian, Eksistensial, Person –
centered, Gestalt, Reality, Behavior, Cognitive-behavior dan Family Sistems.
Masing-masing pendekatan dibangun di atas konsep dasar dengan hakekat manusia
yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing aliran, tetapi ternyata sejumlah
konsep dasar tersebut dinilai oleh Corey (1982) dan juga oleh para ahli di
Indonesia seperti M.D. Dahlan (1998) dan Djamaluddin Ancok (1994) mengandung
sejumlah kekurangan yang perlu disempurnakan.
Aliran
psikoanaliti dinilai oleh corey (1982 : 12), M.D. Dahlan (1988 : 15, 2005 : 20)
terlalu pesimistik, deterministic dan reduksionistik. Segala perilaku manusia,
bahkan perilaku religious hanya dipandang sebagai sublimasi dari
dorongan-dorongan yang tidak disadari. Djamaludin Anconk (1994 : 67) menilai
aliran ini terlalu menyederhanakan kompleksitas dorongan hidup yang ada dalam
diri manusia, teori ini tidak mampu menjelaskan tentang dorongan yang dimiliki
orang muslim untuk mendapatkan Ridho Alloh Subhanawata’ala. Disamping itu,
teori ini dinilai terlalu menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap
perjalanan hidup manusia, dan terlalu pesimisme dalam setiap upaya pengembangan
diri manusia
Aliran
behaviorisme dinilai M.D. Dahlan (1988 : 16, 2005 : 21) terlalu deterministic
yang memandang manusia tidak lebih sebagai hewan sirkus yang bisa dilatih
sesuai kehendak pelatihnya, aliran ini dinilai terlalu berani menganalogikan
perilaku dan hakekat manusia dengan dunia hewan seperti anjing, kucing dan kera
yang hasil uji cobanya langsung bisa diterapkan dalam memperlakukan manusia.
Djamaluddin Ancok (1994 : 66) menilai aliran ini memberi penekanan yang terlalu
berlebih pada aspek stimulasi lingkungan dalam mengembangkan manusia, kurang
menghargai adanya perbedaan individual, sementara perbedaan individual adalah
suatu kenyataan. Disamping itu, aliran ini dinilai cenderung mereduksi manusia,
manusia dipandang tidak memiliki jiwa, tak memiliki kemauan dan kebebasan untuk
menetukan tingkahlakunya sendiri. Aliran ini dinilai tidak mampu menjelaskan
perilaku manusia yang mengabdi kepada Rabbnya dengan tulus ikhlas dan penuh
kepasrahan.
Selengkapnya
ada pada buku karya Dr. Anwar Sutoyo, M. Pd (Kaprodi Pascasarjana Bimbingan dan
Konseling Universitas Negeri Semarang)
Jika
berminat bisa menghubungi penulis blog
Post a Comment for "Keterbatasan konsep dasar"
Penulis
Pendidikan
1. S1 BK (STKIPMPL)
2. S2 BK (Unnes)