Tulisan ini kupersembahkan kepada sahabat BK yang istimewa, ini merupkan pengantar dari Tesis yang akan penulis ajukan dalam seminar proposal tesis beberapa waktu ke depan. semoga menjadi mimpi yang terjuwud, karena bisa mengangkat tema yang bermanfaat, sebagaimana pesan beliau "Insya allah setiap tulisan akan dihitung pahala jika tesis saudara bermanfaat bagi umat dan dakwah"..
Perjalanan pernikahan tentu tak semulus jalan tol. Misalnya, misalnya disebuah rumah terjadilah suatu perang dingin sepasang suami isteri penghuninya. Isak tangis isteri mewarnai konflik mereka. Tidak hanya sekali dua kali perselisihan terjadi diantara mereka. Namun, meski pun belasan tahun mereka menikah dengan diwarnai riak-riak problematika rumah tangga, keluarga mereka masih utuh bahtera rumah tangga mereka pun masih terus berlayar. Ganbaran tersebut menunjukan bahwa yang namanya berumah tangga, pasti ada gesekan dan friksi internal. Sepertinya hamper mustahil jika ada rumah tangga yang bebas konflik dan tanpa ada masalah sama sekali. Yang terpenting adalah bagaimana cara mengatasi konflik secara cantik. Mengatasi masalah tanpa masalah.
Perjalanan pernikahan tentu tak semulus jalan tol. Misalnya, misalnya disebuah rumah terjadilah suatu perang dingin sepasang suami isteri penghuninya. Isak tangis isteri mewarnai konflik mereka. Tidak hanya sekali dua kali perselisihan terjadi diantara mereka. Namun, meski pun belasan tahun mereka menikah dengan diwarnai riak-riak problematika rumah tangga, keluarga mereka masih utuh bahtera rumah tangga mereka pun masih terus berlayar. Ganbaran tersebut menunjukan bahwa yang namanya berumah tangga, pasti ada gesekan dan friksi internal. Sepertinya hamper mustahil jika ada rumah tangga yang bebas konflik dan tanpa ada masalah sama sekali. Yang terpenting adalah bagaimana cara mengatasi konflik secara cantik. Mengatasi masalah tanpa masalah.
Acap
kali kita temui, pasangan suami isteri yang justru ‘berdiam diri’ ketika
berselisih. Kalaupun diamnya beberapa saat hanya untuk meredamkan emosi dan
menenangkan pikiran, tentu tidak masalah. Tapi kalau diamnya berbuntut saling
mendiamkan satu sama lain dalam waktu yang lama (berhari-hari atau
berminggu-minggu), pasti tidak akan menyelesaikan masalah. Aksi diam hanyalah
jalan buntu yang menjadikan keduanya kesulitan mencari jalan keluar.
Setiap
pasangan harusnya memiliki kedewasaan dan keseimbangan emosi. Meskipun kadang
ada yang maunya menang sendiri dan gengsinya tinggi. Hal tersebut bisa
diminimalisasi, jika dalam menyampaikannya bisa dikemas dalam bahasa yang apik
dan tidak menyinggung.
Rumah
tangga yang eksis bukan berarti bebas konflik. Karena yang namanya berselisih
pendapat itu biasa. Bukankah menikah
adalah untuk menyelaraskan warna-warni dua jiwa untuk menjadi satu warnaa
terpadu? Asal masing-masing memahami manajemen konflik dan beritikad baik untuk
mencari solusi mengatasinya, Insya Allah tidak ada konflik yang berkepanjangan.
Bagi
pasangan suami isteri yang hamper setiap hari bertemu, bertatap muka, makan
bersama, sangat membutuhkan pola komunikasi yang baik, yang terjadi adalah
‘tersumbatnya kran’ karena air tak bisa leluasa keluar. Suami memang mempunyai
andil yang besar dalam menjembatani komunikasi dengan isteri. Karena sering
kali isteri yang menyesuaikan ritme suami. Namun, jika suami tak kunjung kretif
mendobrak sekat penghalang yang membuat jarak, maka para isterilah yang
mendobraknya. Tak harus menunggu suami. Ajak suami untuk bicara dari hatii ke
hati. Bisa juga dengan membawa secangkir minuman penghangat suasana. Yang jelas
komunikasi yang tersumbat hanya akan membawa kita untuk mengalirkan rasa saling
memahami, saling percaya dan saling mengerti antara suami dan isteri.
Kembali pada visi Islam
Hal
terpenting dalam menyelesaikan konflik yang menyapa biduk rumah tangga adalah
komitmen menjalankan konsep islam. Mengembalikan segala sesuatunya dalam mizan
syar’I dan menanggalkan egoism yang maunya menang sendiri. Suami isteri yang
hidup dalam nuansa syariah dan berorientasi pada mardhatillah (ridha allah),
serta membangun rumah tangganya atas dasar takwa, akan berusaha untuk saling
menasehati dan bermusyawarah atas permasalahan yang terjadi. Dengan adanya
tujuan yang sama dan refrensi pemecahan masalah yang sama, segala macam
problematika akan lebih mudah menemukan solusinya. Bukankah ridho allah adalah
tujuan yang sama, dan Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah rujukan pemecahan masalah
bersama? Yang tak boleh dilipakan pula, adalah pondasi ketakwaan yang dibangun
dalam diri suami isteri sekaligus menjadi pondasi jalinan rumah tangga mereka.
Dengan ketakwaan, segala masalah akan mudah penyelesaiannya.
Allah
Ta’ala berfirman, ‘’siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
menjadikan jalan keluar baginya.” (Ath-Thalaq:2), dan siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq:4).
Post a Comment for "Sebuah Pengantar - Bimbingan Keluarga Islami"
Penulis
Pendidikan
1. S1 BK (STKIPMPL)
2. S2 BK (Unnes)