Studi Kasus : Gestalt

Rendy merupakan anak bungsu dari tiga saudara. Dua kakak dari konseli semuanya laki-laki, dan ketika Rendy masih kecil seringkali mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari kakaknya tersebut. Sering kali Rendy diminta secara paksa oleh kakaknya untuk mengerjakan tugas rumah tangga yang seharusnya dikerjakan oleh kakaknya, seperti menyapu, mencuci piring, dan uang jajan Rendy sering juga diminta kakaknya tanpa sepengetahuan dari orangtuanya yang berprofesi sebagai pedagang. Hal inilah yang menyebabkan konseli merasakan keyakinan untuk membalas perilaku kakakny sehingga membuat Rendy tumbuh menjadi remaja yang labil dan agresif, pernah suatu hari Rendy memalak (memninta) uang secara paksa kepada teman satu kelasnya. Dan membuat dirinya dijauhi teman-temannya disekolah, hingga membuat Rendy berinisiatif menemui konselor.

PROSES KONSELING

Dalam pendekatan gestalt tedapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa diabaikan dan sebagainya. Maka akar masalah dari konseli dapat dikategorikan sebagai Urusan yang tak selesai, konseli juga mengalami konflik antara dua sisi kepribadiam yamg berlawanan yang berakar pada mekanisme introyeksi yang melibatkan penggabungan aspek-aspek dari orang lain, dalam hal ini dirinya sewaktu kecil yang lemah dan kakaknya yang otoriter.

Teknik kursi kosong merupakan suatu cara untuk mengajak klien agar mampu mengeksternalisasikan introyeksinya. Dalam hal ini, dua kursi diletakkan di tengah ruangan. Konselor meminta konseli untuk duduk di kursi yang satu dan memainkan peran sebagai top dog (otoriter yang diintoyeksikan dari kakaknya), kemudian pindah ke kursi lain dan menjadi underdog (lemah dan tak berdaya yang diintroyeksikan dari masa kecilnya). Dialog dilangsungkan diantara kedua sisi konseli. Teknik ini membantu konseli untuk berhubungan dengan perasaan atau sisi dari dirinya sendiri yang diingkarinya, konseli mengintenifkan dan mengalami secara penuh perasaan-perasaan yang bertentangan, daripada hanya membicarakannya. Selanjutnya, konselor membantu konseli untuk menyadari bahwa perasaan adalah bagian diri yang sangat nyata, untuk mencegah konseli memisahkan perasaan.

Evaluasi terhadap proses dan hasil konseling terjadi sebagai bagian konselor dan konseli dalam berpartisipasi. Setelah proses konseling, konseli menjadi lebih sadar tentang bagaimana ia berperilaku yang selama ini tidak disadarinya. Pada sesi konseling berlangsung, konselor dan konseli  mungkin memberikan perhatian pada isu-isu kepribadian secara umum dan berbagai pola serta kondisi umum yang memberikan kontribusi pada berkurangnya kesadaran konseli. Selanjutnya, konseli membawa kesadarannya kedalam kehidupan sehari-hari dan mempertahankan serta mendasarkan dirinya padanya setelah proses konseling berakhir.

Post a Comment for "Studi Kasus : Gestalt"