Masalah-masalah dalam Pengukuran Minat

Dalam testing minat, terdapat beberapa masalah dalam pengukuran minat, yaitu sebagai berikut:
  1. Tidak ada bukti stabilitas minat, terutama pada akhir remaja, beberapa klien mengubah minat mereka secara dramatis ketika dewasa.
  2. Tes  yang diberikan sebelum usia 10 atau 11 tahun tidak akurat dalam pengukuran minat, karena siswa mungkin belum atau tidak memiliki latar  belakang pengalaman nyata.
  3. Kesuksesan kerja biasanya berkorelasi lebih pada kemampuan daripada minat.
  4. Beberapa inventori minat mudah dipalsukan, baik intensional maupun tidak.
  5. Suatu set tanggung jawab mungkin mempengaruhi validitas profil individu, klien mungkin memilik opsi-opsi yang mereka anggap lebih diinginkan secara sosial atau persetujuan.
  6. SkoR-skor tinggi tidak hanya skor-skor bernilai pada inventori minat. Skor rendah menunjukkan apa yang orang-orang tidak sukai atau ingin menghindari, sering lebih prediktif daripada skor tinggi.
  7. Harapan-harapan social dan tradisi-tradisi mungkin bukti yang lebih penting daripada minat dalam menentukan nilai pekerjaan. Bias gender merupakan perhatian terbesar dalam pengukuran minat selama beberapa decade yang  lalu, dan kebutuhan dipertimbangkan ketika seleksi instrument dan interpretasi profil.
  8. Kelas sosial ekonomi mungkin mempengaruhi pola-pola skor pada tes minat.
  9. Inventori mungkin menjadi alat  profesi lebih daripada area keterampilan dan semi keterampilan. Beberapa inventori adalah penting karena mereka alat eksklusif untuk siswa perguruan tinggi.
  10. Profil mungkin menjadi datar dan sukar untuk diinterpretasikan, Dalam situasi tertentu, seorang konselor sebaiknya menggunakan tes dan teknik lain untuk mengukur minat.
  11. Tes menggunakan tipe-tipe prosedur skoring yang berbeda. Beberapa tes minat menggunakan item-item pilihan kekuatan, dimana individu diminta untuk memilih dari suatu set opsi (pilihan). Responden mungkin menyukai atau tidak menyukai semua pilihan-pilihan, tetapi masih harus memilih. Prosedur skoring akan memiliki dampak pada interpretasi hasil.
C.    Fungsi Testing Kepribadian

Kepribadian meliputi semua kualitas khusus manusia yang membuat mereka berbeda dari yang lain, daya tarik, energi, watak, bakat, temperamen, kepandaian, dan perasaan serta perilaku yang mereka tunjukkan (Drummond & Jones, 2006:239). Sedangkan Sundberg, Winebarger, dan Taplin (2007 : 112), kepribadian mengacu pada cara khas seseorang dalam mengorganisasikan pengalaman dan mengekspresikannya dalam interaksinya dengan lingkungan sosial dan fisiknya. Dengan demikian, kepribadian adalah kualitas manusia yang unik dank has yang membedakannya dengan orang lain.
Testing kepribadian memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
  1. Memberikan gambaran performance tipikal kepribadian;
  2. Dalam seting klinis digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pribadi dan mendiagnosis psikopatologis seperti dalam konteks bimbingan dan konseling
  3. Membantu individu memperoleh insight (wawasan) perilaku diri, sehingga individu dapat mengevaluasi perubahan setelah terapi.
  4. Membantu individu mendiagnosis masalah, memberi indikasi pertumbuhan atau perubahan perilaku, serta memprediksi perilaku.
D.    Teknik-teknik  Pengukuran Kepribadian

Dalam testing kepribadian, menurut Koppitz (1982) terdapat beberapa teknik untuk mengukur kepribadian, yaitu sebagai berikut:

1.    Verbal techniques (teknik verbal)
Teknik verbal melibatkan stimuli verbal dan respon verbal, yang dapat disampaikan (ditransmisikan) secara lisan atau tulisan. Responden sebaiknya memiliki kecukupan keterampilan berbahasa yang bagus, mampu mendengar atau membaca kata-kata, serta mengekspresikan dirinya sendiri secara lisan maupun tulisan.
Teknik verbal meliputi teknik-teknik sebagai berikut:
a.    Projective questions (pertanyaan proyeksi), antara lain:
-    Jika anda memulai program studi anda kembali, maukah  anda masuk dalam bidang yang sama?
-    Jika anda dapat menjadi seperti sesuatu yang anda inginkan, anda akan menjadi apa?
-    Jika anda mempunyai tiga harapan, apa yang akan anda harapkan?
-    Apakah yang anda paling sukai mengenai sekolah?
-    Apakah yang anda paling tidak sukai tentang sekolah?

b.    Sentence completion (komplesi kalimat)
Metode komplesi kalimat merupakan tes kepribadian yang dipublikasikan oleh Rotter & Rafferti (1950) dalam Rotter Incomplete Sentence Blank (ISB) ke dalam 3 bentuk: sekolah menengah atas, perguruan tinggi, dan dewasa. Setiap bentuk terdiri dari 40 item, dengan membuang kalimat untuk dilengkapi responden. Dengan demikian, responden diminta untuk menyelesaikan kalimat yang belum lengkap. Respons klien (responden) akan mengungkapkan karakteristik kepribadian penting yang mendasarinya. Kalimat dari responden tadi dirancang untuk menilai sikap keluarga, teman sebaya, sekolah, pekerjaan, kecemasan, kesalahan, dan ketidakmampuan fisik.

Koppits (1982) menganalisa isi respons, kualitas bahasa dan struktur kalimat, perbendaharaan kata, ejaan, serta tulisan tangan. Derajat sistem skoring ISB kalimat lengkap pada skala poin 7 mengenai tingkatan pernyataan konflik. Respons dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu: respons tidak sehat, respons netral, serta respons positif atau sehat.

c.    Story completion (komplesi cerita)
Thomas (1937) mengembangkan suatu set yang terdiri dari 15 cerita mengenai anak-anak secara hipotetik pada umur dan gender yang sama sebagai responden. Sedangkan Koppits (1982) merancang cerita-cerita untuk investigasi mimpi anak-anak, frustasi, sikap, dan mekanisme pertahanan, dan mereka dapat dianalisis untuk tema-tema mayor

2.    Visual techniques (teknik visual)
Dengan teknik visual, stimuli visual direpresentasikan untuk responden, yang selanjutnya memberi respons verbal. Teknik visual dapat dilakukan dengan teknik-teknik proyektif. Menurut Lindzey (1961) bahwa, teknik proyektif adalah sebuah instrumen yang dianggap sangat sensitif untuk aspek-aspek perilaku yang tidak tampak atau tidak disadari; instrumen itu memberikan kesempatan untuk mendorong berbagai macam respons subjektif, sangat multidimensional, dan menghasilkan data respons yang sangat kaya dan mendalam, dan subjeknya tidak menyadari maksud tes tersebut (Sundberg, Winebarger, & Taplin, 2007:118). Dengan demikian, tes proyektif membutuhkan lebih banyak  keterampilan untuk mengadministrasikan, mencatat, dan menskor dibanding inventori-inventori objektif.  Stimuli nya bukan berupa pernyataan dan pertanyaan tertulis, tetapi berupa materi yang tak terstruktur dan ambigu. Selain itu, maksud tes ini cenderung tidak jelas bagi subjek.

Tes kepribadian yang menggunakan teknik proyektif ditemukan oleh Hermann Rorschach dan dipublikasikan dalam monographnya, Psychodiagnostik  pada tahun 1921. Rorschach terdiri atas 10 bercak tinta yang simetrik secara bilateral, sebagian warna hitam dan abu-abu dan sebagian berwarna, yang harus direspons oleh subjek dengan mengatakan apa yang dipersepsinya dari masing-masing bercak tinta itu. Dengan demikian, responden diminta untuk menceritakan apakah bercak tinta (inkblots) mengingatkan mereka akan sesuatu.

Penguji menyajikan masing-masing bercak tinta satu per satu dengan urutan terbalik dibanding urutan yang pertama dan meminta subjek untuk menjelaskan apa yang membuatnya mempersepsikannya seperti itu. Dengan menggunakan respons-respons tersebut, penguji atau asesor menskor respons-respons tersebut dengan melihat lokasinya (apakah subjek menggunakan seluruh bercak atau hanya hanya mempersepsi sebagian saja), determinan (apa ciri-ciri bercak yang membuat subjek mempersepsinya seperti yang dilaporkannya, misalnya bentuk, warna, shading, dan sebagainya), serta isi (misalnya manusia, hewan, anatomi, pemandangan, dan lain-lain).

Tes Rorschach berguna karena tugas-tugas perkembangan perlu melewati resistensi kesadaran responden dan membantu memperoleh informasi tentang proses ketidaksadaran. Namun, terdapat beberapa kelemahan tes Rorschach, diantaranya adalah: dampak subjektivitas klinisi dalam interpretasinya, atau kecenderungan klinisi untuk sangat menyandarkan diri pada kesan-kesan subjektif berdasarkan pengalamannya dengan instrumen tes Rorschach.

3.    Drawing techniques (teknik menggambar)
Menggambar menjadi media natural bagi anak-anak serta seniman untuk mengekspresikan dirinya serta memberi insight (wawasan) dalam prosesnya. Menggambar merupakan teknik proyektif dimana klien berbagi persepsi dan reaksinya kepada dunia sekitarnya.
Teknik-teknik menggambar dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a.    Draw-a-Person Test , dikembangkan oleh Florence Goodenough untuk menilai intelegensi anak-anak, kemudian diperluas oleh Machover (1949) yang meliputi suatu petunjuk untuk evaluasi variable kepribadian. Lebih jauh, Koppitz (1968) menemukan sistem skoring dan mengembangkan suatu sistem identifikasi indicator-indikator kesulitan emosional yang berbeda.

Koppitz mengidentifikasi 30 indikator emosional dalam gambar anak-anak, dengan indikator menurut perilaku yang mereka refleksikan.  Contohnya, depresi, dalam gambar anak-anak dikarakteristikkan sebagai figure yang kurus dan berlengan pendek, tetapi tanpa mata. Sikap-sikap yang dapat diidentifikasi melalui analisis gambar adalah impulsivitas, kecemasan, rasa malu, dan ketakutan.

b.    Family Drawing, dapat memberi wawasan persepsi individu dalam keluarga. Dalam Kinetic Family Drawing Test (KFD), individu diminta untuk menggambar segala sesuatu yang dikerjakan keluarga. Tes KFD dianalisa untuk aksi, simbol, dan gaya. Aksi menggantikan pergerakan energi antara orang atau  objek dan dapat mengindikasikan perasaan yang ditunjukkan. Simbol-simbol diinterpretasikan sesuai teori psikoanalitik.

c.    House-Tree-Person Test (HTP), meminta individu untuk menggambar sebuah rumah, pohon, dan orang. Hammer (1985) berpendapat bahwa, rumah merepresentasikan arah individu dalam memandang situasi rumahnya dan hubungan intra keluarga. Gambar pohon dianalisa melalui ukuran, bentuk, dan kualitas batang, dahan, daun, dan dasar dimana pohon berdiri, yang merepresentasikan kedalaman diri individu. Gambar orang merupakan representasi sadar individu dan lingkungannya.

d.    Bender Visual - Motor Gestalt Test, Second Edition (Bender Gestalt II), mengukur keterampilan integrasi motorik dan visual, secara umum menggantikan koordinasi mata dan tangan, serta memori (ingatan) individu usia 3 (tiga) tahun ke atas.  Bender -Gestalt II terdiri dari 14 kartu stimulus, setiap display rancangan yang unik. Setiap rancangan merepresentasikan rangkaian subjek tugas  untuk mereproduksi mereka pada lembaran atau kertas kosong. Bender-Gestalt II merupakan alat yang reliable untuk menilai perkembangan visual motorik dan digunakan sebagai suatu saringan untuk perbaikan psikologis.

4.    Manipulative techniques (teknik manipulatif)
Koppitz (Drummond & Jones, 2006:251) berpendapat bahwa, bermain dapat merupakan teknik projektif ketika digunakan dalam material seleksi dalam sebuah lingkungan yang bebas dari distraksi serta dalam kehadiran observer. Teknik manipulatif khusus digunakan untuk anak yang mempunyai ketidakmampuan sosial, bahasa, budaya, atau ketidakmampuan fisik.
Mainan adalah item natural dan familiar untuk anak-anak. Teknik manipulatif bernilai diagnostik dan terapeutik, sehingga anak-anak  merasa nyaman dalam suatu lingkungan permainan. Pertunjukan boneka dapat membuat anak merasa menikmati keterlibatan observasi psikologis.

5.    Objective techniques (teknik objektif)
Teknik objektif dengan menggunakan kuesioner kepribadian paling umum digunakan, dapat digunakan untuk individu atau kelompok dan dengan mudah dapat diadministrasi dan diskor. Kuesioner digunakan untuk mengukur seluruh dimensi kepribadian yang berbeda-beda, diantaranya sikap, penyesuaian, temperamen, nilai-nilai, motivasi, perilaku moral, serta kecemasan.
Teknik objektif yang paling sering digunakan adalah Minnesota Multiphasic Personality Inventory – 2 (MMPI-2), California Psychological Inventory, serta Millon Clinical Multiaxial Inventory (MCMI-III).

a.    Minnesota Multiphasic Personality Inventory – 2 (MMPI-2)
MMPI-2 merupakan tes kepribadian komprehensif yang membantu klinisi dalam diagnosa gangguan mental, dan dapat dgunakan sebagai testimoni klinisi dikarenakan pondasi empirik yang kuat. MMPI-2 digunakan untuk individu usia 18 tahun keatas yang dapat membaca pada minimum level 6. Tes MMPI-2 mempunyai 567 pertanyaan kebenaran / kesalahan, dan membutuhkan  waktu sekitar 60-90 menit.
Skor kasar MMPI-2 diterjemahkan ke dalam skala validitas mayor: Lie (L)/kebohongan, Infrequency (F)/ jarang terjadi, dan Correction (K)/ koreksi. MMPI-2 mempunyai beberapa skala validitas baru, yaitu Fb (unusual response inconsistency / inkonsistensi respons luar biasa), TRIN (true respons inconsistency /inkonsistensi respons kebenaran), VRI ( variable response inconsistency / inkonsistensi respons variabel). Hasil tes dianggap valid jika kurang dari 30 item tak terjawab dan skala validitas lain dalam batas normal.

b.    California Psychological Inventory (CPI) oleh Bradley (1996), dirancang sebagai alat bantu untuk memahami perilaku psikososial orang-orang normal, untuk menyediakan ukuran-ukuran untuk “konsep-konsep tradisional” utama dalam kehidupan sehari-hari. CPI focus pada diagnosis dan pemahaman perilaku interpersonal dengan populasi umum. 

c.    Millon Clinical Multiaxial Inventory (MCMI-III) oleh TheodoreMillon, digunakan untuk menilai gangguan kepribadian dan sindrom klinis. Dengan demikian, tes MCMI tidak dimaksudkan untuk digunakan pada populasi normal, karena konstruksi skala-skala dan norma-normanya didasarkan pada data dari para pasien psikiatrik.

MCMI dapat dianggap sebagai sebuah instrumen psikodinamika objektif dalam arti bahwa instrument itu disusun dan diadministrasikan dengan cara yang terstruktur dan terstandar, tetapi ia diinterpretasikan dengan memeriksa interaksi skor-skor skalanya dan dengan menggunakan hubungan-hubungan yang dibangun secara klinis antara proses-proses kognitif, perilaku-perilaku interpersonal, dan kekuatan-kekuatan intrapsikis.

MCMI-III memiliki 24 skala dan 3 indikator validitas (modifier scales) yang ditarik dari 175 pokok bahasan. Norma-norma MCMI tidak mendasarkan diri pada populasi secara umum, sebaliknya Millon mengembangkan base rate (BR) atau angka basal untuk masing-masing skala. Angka-angka basal ini berasal dari penilaian klinisi terhadap pasien dengan melihat keberadaan dan kemenonjolan gangguan tertentu.

Lanjutan dari "

TESTING INTEREST (MINAT) DAN TESTING KEPRIBADIAN (PERSONALITY)


Pustaka

-    Brown, S. Lent, R. 2005. Career Development and Counseling, Putting Theory and Research to Work. Canada : John Willey & Sons, Inc.
-    Drummond, R. Jones, K. 2006. Assesment Procedures for Counselors and Helping Professional. New Jersey : Pearson Prentice Hall.
-    Sundberg, N. Winebarger, A. Taplin, J. 2007. Psikologi Klinis, Perkembangan Teori, Praktik, dan Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Post a Comment for "Masalah-masalah dalam Pengukuran Minat"