Tugas Mata Kuliah : Wawasan Bimbingan dan Konseling
Oleh : Dony Apriatama, Emmy Ardiwinata
Dosen Pengampu : Dr. Imam Tadjri, M. Pd
Oleh : Dony Apriatama, Emmy Ardiwinata
Dosen Pengampu : Dr. Imam Tadjri, M. Pd
Prodi : Bimbingan dan Konseling
Program : Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Secara
yuridis keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai
salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No.20/2003, pasal 1
ayat 6). Namun pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara
kualifikasi tenaga kependidikan satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan
arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas,
ekspektasi kinerja, dan setting pelayanan spesifik yang satu sama lain
mengandung keunikan dan perbedaan.
Jika
didalam Permendiknas No. 23/2006 dirumuskan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
yang harus dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran bidang studi, maka
kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan
dan konseling adalah kompetensi kemandirian untuk mewujudkan diri dan
pengembangan kapasitasnmya yang dapat mendukung pencapaian kompetensi lulusan.
Dalam hal ini kerjasama antara konselor dengan guru merupakan suatu keharusan.
Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) sebagaiorganisasi profesi berupaya
melakukan penataan dan pengembangan profesi serta pelayanan bimbingan dan
konseling dalam jalur pendidikan formal secara sistematis dan berkelanjutan
sesuai dengan kebutuhan, standar, ekspektasi kinerja yang diharapkan oleh
masyarakat dan pemerintah.
1.2 Rumusan
Masalah
Dalam makalah
ini, masalah yang akan dibahas berhubungan dengan profesi konselor di dalam jalur pendidikan formal, maka rumusan masalah
yaitu :
1.2.1 Bagaimana konteks tugas dan ekspektasi
kinerja konselor dalam jalur pendidikan formal ?
1.2.2 Bagiamana urgensi bimbingan dan konseling
dalam jalur pendidikan formal ?
1.2.3 Bagaimana penyelenggaraan manajemen bimbingan dan konseling dalam jalur
pendidikan formal ?
1.2.4 Apa saja yang dibutuhkan dalam sarana dan
pembiayaan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal ?
1.3
Batasan
masalah
Untuk lebih
menfokuskan pembahasan pada pokok permasalahan maka penulis memberi batasan
sebagai berikut :
1.3.1 Konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor
dalam jalur pendidikan formal.
1.3.2 Urgensi bimbingan dan konseling dalam jalur
pendidikan formal.
1.3.3 Penyelengaraan manajemen bimbingan dan konseling dalam jalur
pendidikan formal.
1.3.4
Sarana dan
pembiayaan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.
1.4 Tujuan
Makalah
Adapun tujuan
yang ingin dicapai dari pembuatan makalah yang penulis
lakukan adalah :
1.4.1 Untuk mengetahui konteks tugas dan ekspektasi
kinerja konselor dalam jalur pendidikan formal.
1.4.2 Untuk mengetahui urgensi bimbingan dan
konseling dalam jalur pendidikan formal.
1.4.3 Untuk mengetahui penyelengaraan manajemen bimbingan dan konseling
dalam jalur pendidikan formal.
1.4.4 Untuk mengetahui yang dibutuhkan dalam sarana
dan pembiayaan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.
1.5
Manfaat
Makalah
Dari
pembuatan makalah ini, bisa diambil manfaat yaitu :
Mahasiswa pasca sarjana BK UNNES lebih
memahami tentang konteks tugas,
ekspektasi kinerja konselor, urgensi bimbingan dan konseling, manajemen
bimbingan dan konseling, dan sarana serta pembiayaan bimbingan dan konseling
dalam jalur pendidikan formal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ekspektasi
Kinerja Konselor
Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, namun perbedaan
rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan layanan
Bimbingan dan Konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan. Di pihak lain,
perbedaan yang lebih signifikan, juga nampak pada pada sisi pengaturan
birokratik, seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebahagian besar tugas
Konselor ditangani langsung oleh Guru Kelas Taman Kanak-kanak. Sedangkan di
jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada permasalahan yang memerlukan
penanganan oleh Konselor, namun cakupan pelayanannya belum menjustifikasi untuk
ditempatkannya posisi struktural Konselor di tiap Sekolah Dasar, sebagaimana
yang diperlukan di jenjang Sekolah Menengah. Berikut ini, digambarkan secara
umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja Konselor di tiap jenjang
pendidikan.
1.
Jenjang Taman
Kanak-kanak. Di jenjang Taman Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi
struktural bagi Konselor. Pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih
bersifat preventif dan developmental.
2.
Jenjang Sekolah Dasar.
Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar pun juga tidak ditemukan posisi
struktural untuk Konselor. Namun demikian, sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik usia Sekolah Dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak
ada, meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja Konselor di jenjang
Sekolah Menengah dan jenjang perguruan tinggi.
3.
Jenjang Sekolah
Menengah. Peran konselor, sebagai salah satu komponenstudent
support services, adalah men-support perkembangan
aspek-aspek pribadi-sosial, karier, dan akademik siswa, melalui pengembangan
menu program bimbingan dan konseling, pembantuan kepada siswa dalam individual student planning, pemberian layanan
responsive, serta pengembangan system support. Pada jenjang ini, konselor menjalankan
semua fungsi bimbingan dan konseling, yang meliputi fungsi preventif, developmental,
maupun fungsi kuratif.
4.
Jenjang Perguruan
Tinggi. Meskipun secara struktural posisi konselor perguruan tinggi belum
tercantum dalam sistem pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling
dalam rangka men”support” perkembangan personal, sosial, akademik, dan karier
mahasiswa dibutuhkanpada pemberian bantuan dalamindividual student career
planning dan penyelenggaraan responsive services.
2.1.2
Keunikan dan
Keterkaitan Tugas Guru dan
Konselor
Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan
optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru,
konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja, sementara itu
masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung
realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan
fungsional kemitraan antara konselor dengan guru, antara lain dapat dilakukan
melalui kegiatan rujukan (referal). Dalam pengembangan dan
proses pembelajaran bermutu, fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu
mendapat perhatian guru, dan sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran
bidang studi perlu mendapat perhatian konselor.
2.2
Paradigma Bimbingan dan Konseling
2.2.1Hakikat
Dan Urgensi Bimbingan Dan Konseling
Dasar pemikiran
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata
terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau
ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya
memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya
(menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Perkembangan konseli
tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat
yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam
lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Iklim
lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi
di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan
obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol, pelanggaran tata tertib
Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba.
Penampilan perilaku
remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan
sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam
tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki
pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5)
memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai
implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan
untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah
pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan
mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah
mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan
terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan
wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif
dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Pada saat ini telah
terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan
dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan,
pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas
perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli,
sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis
standar (standard based guidance and counseling).
Atas dasar itu, maka
implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada
upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi,
sosial, belajar, dan karir atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli
sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis,
psikis, sosial, dan spiritual).
2.2.2
Posisi
Pengembangan Diri Dalam Bimbingan dsan Konseling
Pengembangan
diri sebagaimana dimaksud dalam KTSP merupakan wilayah komplementer antara guru
dan konselor. Penjelasan tentang pengembangan diri yang tertulis dalam struktur
kurikulum dijelaskan bahwa :
Pengembangan diri bukan
merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri
bertujuan memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap konseli
sesuai dengan kondisi Sekolah/Madrasah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi
dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Dari penjelasan yang
disebutkan itu ada beberapa hal yang perlu memperoleh penegasan dan reposisi
terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal,
sehingga dapat menghindari kerancuan konteks tugas dan ekspektasi kinerja
konselor.
1.
Pengembangan diri bukan
sebagai mata pelajaran, mengandung arti bahwa bentuk, rancangan, dan metode
pengembangan diri tidak dilaksanakan sebagai sebuah adegan mengajar seperti
layaknya pembelajaran bidang studi. Namun, manakala masuk ke dalam pelayanan
pengembangan minat dan bakat tak dapat dihindari akan terkait dengan substansi
bidang studi dan/atau bahan ajar yang relevan dengan bakat dan minat konseli dan
disitu adegan pembelajaran akan terjadi. Ini berarti bahwa pelayanan
pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor.
2.
Pelayanan pengembangan
diri dalam bentuk ekstra kurikuler mengandung arti bahwa di dalamnya akan
terjadi diversifikasi program berbasis minat dan bakat yang memerlukan
pelayanan pembina khusus sesuai dengan keahliannya.
3.
Kedua hal di atas
menunjukkan bahwa pengembangan diri bukan substitusi atau pengganti pelayanan
bimbingan dan konseling, melainkan di dalamnya mengandung sebagiandari pelayanan
(dasar, responsif, perencanaan individual) bimbingan dan konseling yang harus
diperankan oleh konselor.
Telaahan di atas
menegaskan bahwa bimbingan dan konseling tetap sebagai bagian yang terintegrasi
dari sistem pendidikan (khususnya jalur pendidikan formal). Pelayanan
pengembangan diri yang terkandung dalam KTSP merupakan bagian dari kurikulum.
Dapat ditegaskan di
sini bahwa KTSP adalah salah satu subsistem pendidikan formal yang harus
bersinergi dengan komponen/subsitem lain yaitu manajemen dan bimbingan dan
konseling dalam upaya memfasilitasi konseli mencapai perkembangan optimum yang
diwujudkan dalam ukuran pencapaian standar kompetensi.
2.2.3
Tujuan
Bimbingan dan Konseling
Secara khusus bimbingan
dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas
perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan
karir.
1. Tujuan
bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah
sebagai berikut.
a)
Memiliki komitmen yang
kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
b)
Memiliki sikap
toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara
hak dan kewajibannya masing-masing.
c)
Memiliki pemahaman
tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan
(anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah).
d) Memiliki
pemahaman dan penerimaan diri baik yang terkait dengan keunggulan maupun
kelemahan; baik fisik maupun psikis.
e)
Memiliki sikap positif
atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
f)
Memiliki kemampuan
untuk melakukan pilihan secara sehat.
g)
Bersikap respek
terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain.
h)
Memiliki rasa tanggung
jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
i)
Memiliki kemampuan
berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan
persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
j)
Memiliki kemampuan
dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri
sendiri) maupun dengan orang lain.
k)
Memiliki kemampuan
untuk mengambil keputusan secara efektif.
2.
Tujuan bimbingan dan
konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut :
a) Memiliki
kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai
hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
b) Memiliki
sikap dan kebiasaan belajar yang positif.
c) Memiliki
motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
d) Memiliki
keterampilan atau teknik belajar yang efektif.
e) Memiliki
keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan.Memiliki kesiapan
mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3.
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait
dengan aspek karir adalah sebagai berikut.
a) Memiliki
pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan
pekerjaan.
b) Memiliki
pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan
kompetensi karir.
c) Memiliki
sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang
pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan
sesuai dengan norma agama.
d) Memahami
relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan
keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya
masa depan.
e) Memiliki
kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri
pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
f) Memiliki
kemampuan merencanakan masa depan.
g) Dapat
membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir.
h) Mengenal
keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu
karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.Memiliki kemampuan
atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.
2.2.4
Fungsi
Bimbingan dan Konseling
1. Fungsi
Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki
pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, dan norma agama).
2. Fungsi
Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam
diri konseli
3. Fungsi
Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar
dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan
kostruktif.
4. Fungsi
Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih
kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan
penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan
ciri-ciri kepribadian lainnya.
5. Fungsi
Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksanaan pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan
staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar
belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli.
6. Fungsi
Pencegahan (Preventif), yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya
untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli.
7. Fungsi
Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga
dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak
(berkehendak).
8. Fungsi
Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi
ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah
mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun
karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial
teaching.
9. Fungsi
Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah
tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari
kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri.
10. Fungsi
Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif
dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.
Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi,
tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan
karyawisata.
2.2.5
Prinsip
Bimbingan dan Konseling
1. Bimbingan
dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa
bimbingan diberikan kepada semua konseli, baik yang tidak bermasalah maupun
yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja, maupun
dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat
preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif) dan lebih diutamakan
teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan
dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda
satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan
perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi
fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan
teknik kelompok.
3. Bimbingan
menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki
persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai
satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut,
bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan
kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang
positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk
berkembang.
4. Bimbingan
dan konseling merupakan
usaha bersama. Bimbingan bukan
hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan
kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing.
5. Pengambilan
keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling.
Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan
mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan
nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil
keputusan. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan,
tetapi kemampuan yang harus dikembangkan.
6. Bimbingan
dan konseling berlangsung
dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian
pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di
lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta,
dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi
aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
2.2.6
Asas
Bimbingan dan Konseling
Keterlaksanaan dan
keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya
asas-asas berikut :
1.
Asas Kerahasiaan, yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau
keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain.
2. Asas
kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan konseli mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang
diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas
keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura,
baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam
menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan
dirinya. Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan
dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran
pelayanan/kegiatan.
4. Asas
kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang
menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan
pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong
konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling
yang diperuntukan baginya.
5. Asas
kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum
bimbingan dan konseling, yakni: konseli sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan
konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri
mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
6. Asas
Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli dalam
kondisinya sekarang.
7. Asas
Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi
pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas
Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu.Koordinasi
segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya.
9. Asas
Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama,
hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang
berlaku.. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru
harus dapat meningkatkan kemampuan konseli memahami, menghayati, dan
mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas
Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan
konseling.
11. Asas
Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli mengalihtangankan
permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
2.2.7
Komponen
Program Bimbingan
dan Konseling
1.
Pelayanan
Dasar
a) Pengertian
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.
b)
Tujuan
Tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial, budaya, dan agama); (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya; (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya; dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
Tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial, budaya, dan agama); (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya; (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya; dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
c) Fokus
Pengembangan
Untuk
mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek
pribadi, sosial, belajar, dan karier. Semua ini berkaitan dengan upaya membantu
konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi pelayanan dasar
dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian, antara lain
mencakup pengembangan: (a) sel-esteem; (b) motivasi berprestasi; (c)
keterampilan pengambilan keputusan; (d) keterampilan pemecahan masalah; (e)
keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi; (f) penyadaran
keragaman budaya; dan (g) perilaku bertanggung jawab.
2.
Pelayanan
responsif
a) Pengertian
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan.
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan.
b) Tujuan
Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu.
Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu.
c) Fokus
Pengembangan
Fokus pelayanan
responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan
kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena
dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Masalah lainnya
adalah berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan menggangu kenyamanan hidup
atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya
atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
3.
Pelayanan
Perencanaan Individual
a)
Pengertian
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan desempatan yang tersedia di lingkungannya.
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan desempatan yang tersedia di lingkungannya.
b)
Tujuan
Melalui pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan dapat:
Melalui pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan dapat:
1) Mempersiapkan
diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan
kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya,
informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakatnya.
2) Menganalisis
kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuan dirinya.
3) Mengukur
tingkat pencapaian tujuan dirinya.
4) Mengambil
keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
c) Fokus
Pengembangan
Secara
rinci cakup fokus tersebut meliputi: (1) akademik, meliputi: memanfaatkan keterampilan
belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih
kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang
hayat; (2) karier, meliputi: mengeksplorasi peluang-peluang karier,
mengeksplorasi latihan-latihan kerja, memahami kebutuhan untuk kebiasaan
bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi, meliputi: pengembangan konsep
diri yang positif dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
4.
Dukungan
Sistem
Ketiga
komponen di atas merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli
secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan
kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan
Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara
berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli
atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.
Dukungan
sistem meliputi aspek-aspek:
a)
Pengembangan Jejaring
(networking)
Pengembangan jejaring
menyangkut kegiatan konselor yang meliputi: (a) konsultasi dengan guru-guru;
(b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat; (c)
berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah;
(d) bekerjasama dengan personel sekolah lainnya dalam rangka menciptakan
lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan konseli; (e) melakukan
penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan
konseling; dan (f) melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang
terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.
b)
Kegiatan manajemen
Kegiatan
manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan
meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (1) pengembangan program,
(2) pengembangan staff; (3) pemanfaatan sumber
daya; dan (4)
pengembangan penataan kebijakan.
c)
Riset dan Pengembangan
Kegiatan riset dan
pengembangan merupakan aktivitas konselor yang berhubungan dengan pengembangan
profesional secara berkelanjutan, meliputi: (1) merancang, melaksanakan dan
memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kualitas layanan
bimbingan dan konseling; (2) merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas
pengembangan diri konselor profesional sesuai dengan standar kompetensi
konselor; (3) mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika profesional; dan
(4) berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan
konseling.
2.2.8
Bimbingan
dan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dan Berbakat
Meskipun pada
dasarnya pelayanan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan itu memang untuk
semua konseli, termasuk bagi konseli berkebutuhan khusus dan berbakat, namun
untuk mencegah timbulnya kerancuan perlu dikeluarkan dari cakupan pelayanan
ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan itu. Pelayanan bimbingan yang
memandirikan dalam arti menumbuhkan kecakapan hidup fungsional bagi konseli
yang menyandang retardasi mental, harus dilayani oleh Pendidik yang disiapkan
melalui Pendidikan Guru untuk Pendidikan Luar Biasa (PG PLB).
Pelayanan
bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus akan amat erat kaitannya
dengan pengembangan kecakapan hidup sehari-hari (daily living activities) yang
tidak akan terisolasi dari konteks. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan
konseling bagi anak berkebutuhan khusus merupakan pelayanan intervensi tidak
langsung yang akan lebih terfokus pada upaya mengembangkan lingkungan
perkembangan (inreach-outreach) bagi kepentingan fasilitasi perkembangan
konseli, yang akan melibatkan banyak pihak di dalamnya.
Demikian pula
pengembangan bakat khusus konseli tidak terjadi dalam suatu ruang yang vakum,
melainkan selalu menggunakan bidang studi sebagai konteks pembinaan bakat. Ini
juga berarti bahwa, wilayah pelayanan ahli konselor juga perlu dipetakan dengan
mencermati peran konselor berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan konseling
yang memandirikan bagi konseli yang berbakat khusus. Pemfasilitasian secara
maksimal pengembangan potensi konseli berbakat khusus tidak dapat dilakukan
sendirian oleh konselor atau oleh psikolog.
Oleh karena itu
bimbingan bagi anak berbakat melalui apa yang dinamakan Pendidikan Anak
Berbakat, tidak dapat diperlakukan dan tak perlu dipandang sebagai upaya yang
luar biasa, melainkan harus dilihat sebagai bagian dari upaya perwujudan tujuan
Pendidikan Nasional, di tingkat satuan Pendidikan dan di tingkat individual,
sehingga harus dilihat dalam konteks pencapaian Tujuan Utuh Pendidikan
Nasional.
2.3 Manajemen Bimbingan dan
Konseling
2.3.1 Perencanaan Program
Penyusunan program bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan mengidentifikasi
aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program tersebut.
Kegiatan asesmen ini meliputi (1) asesmen lingkungan, yang terkait dengan
kegiatan mengidentifikasi harapan Sekolah/Madrasahdan masyarakat (orang tua
peserta didik), sarana dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi dan
kualifikasi konselor, dan kebijakan pimpinan Sekolah/Madrasah; dan (2) asesmen
kebutuhan atau masalah peserta didik, yang menyangkut karakteristik peserta
didik, seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan,
motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya (pekerjaan, jurusan,
olah raga, seni, dan keagamaan), masalah-masalah yang dialami, dan kepribadian
atau tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan untuk memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling.
Berikut
adalah struktur pengembangan programberbasis tugas-tugas perkembangan sebagai
kompetensi yangharus dikuasai oleh peserta didik. Dalam merumuskanprogram,
struktur dan isi/materi program ini bersifat fleksibelyang disesuaikan dengan
kondisi atau kebutuhan peserta didikberdasarkan hasil penilaian kebutuhan di
masing-masingSekolah/Madrasah yaitu :
1. Rasional
Rumusan ini dapat menyangkut konsep dasar yang
digunakan, kaitan bimbingan dan konseling dengan pembelajaran/implementasi
kurikulum, dampak perkembangan iptek dan sosial budaya terhadap gaya hidup
masyarakat (termasuk para peserta didik), dan hal-hal lain yang dianggap
relevan.
2.
Visi
dan Misi
Secara
mendasar visi dan misi bimbingan dan konseling perlu dirumuskan ulang ke dalam
fokus:
Visi:
Membangun iklim Sekolah/Madrasah bagi kesuksesan seluruh pesertadidik
Misi:
Memfasilitasi seluruh peserta didik memperoleh dan menguasai kompetensi di bidang
akademik, pribadi-sosial, karir berlandaskan pada tata kehidupan etis normatif
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3.
Deskrpisi
Kebutuhan
Rumusan hasil needs
assessment (penilaian kebutuhan) peserta didik dan lingkungannya ke
dalam rumusan perilaku-perilaku yang diharapkan dikuasai peserta didik.
4.
Tujuan
a)
Rumuskan
tujuan yang akan dicapai dalam bentuk perilaku yang harus dikuasai peserta
didik.
b) Penyadaran, untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap perilaku.
c) Akomodasi, untuk membangun
pemaknaan, internalisasi, dan menjadikan perilaku atau kompetensi baru sebagai
bagian dari kemampuan dirinya, dan
d) Tindakan, yaitu mendorong
peserta didik untuk mewujudkan perilaku dan kompetensi baru itu dalam tindakan
nyata sehari-hari.
5. Komponen Program
Komponen
program meliputi: (a) Komponen Pelayanan Dasar, (b) Komponen Pelayanan
Responsif, (c) Komponen Perencanaan Individual,
dan d) Komponen Dukungan Sistem
(manajemen).
6.
Rencana
Operasional
Rencana kegiatan adalah uraian detil dari program yang
menggambarkan struktur isi program, baik kegiatan di Sekolah/Madrasah maupun
luar Sekolah/Madrasah, untuk memfasilitasi peserta didik mencapai tugas
perkembangan atau kompetensi tertentu.
7. Pengembangan Tema / Topik
Tema
ini merupakan rincian lanjut dari kegiatan yang sudah diidentifikasikan yang
terkait dengan tugas-tugas perkembangan. Tema secara spesifik dirumuskan dalam
bentuk materi untuk setiap komponen program
8. Pengembangan Satuan Pelayanan
Dikembangkan
secara bertahap sesuai dengan tema/topik.
9. Evaluasi
Pengevaluasian
program yang berfokus kepada keterlaksanaan program, sebagai bentuk
akuntabilitas pelayanan bimbingan dan konseling.
10.
Anggaran
Rencana
anggaran untuk mendukung implementasiprogram dinyatakan secara cermat,
rasional, dan realistik.
2.3.2
Strategi
Implementasi Program
Strategi pelaksanaan program untuk masing-masingkomponen
pelayanan dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.
Pelayanan dasar
a) Bimbingan Kelas
Program yang dirancang menuntut
konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didikdi kelas.
Secara terjadwal, konselor memberikanpelayanan bimbingan kepada para peserta
didik.
b) Pelayanan Orientasi
Pelayanan
ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutamalingkungan Sekolah/Madrasah,
untuk mempermudahatau memperlancar berperannya mereka di lingkunganbaru
tersebut.
c)
Pelayanan
Informasi
Pemberian
informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik,
melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung
d) Bimbingan Kelompok
Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik
melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d.10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk
merespon kebutuhan dan minat para peserta didik.
e) Pelayanan Pengumpulan Data
Merupakan
kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik,
dan lingkungan peserta didik.
2.
Pelayanan Responsif
a)
Konseling
Individual dan Kelompok
Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk
membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas
perkembangannya.
b)
Referal
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk
menangani masalah konseli, maka sebaiknya konselor mereferal atau
mengalihtangankan konseli kepada pihak yang berwenang.
c) Kolaborasi dengan Guru Mata
Pelajaran atau Wali Kelas
Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam
rangka memperoleh informasi tentang peserta didik, membantu memecahkan masalah
peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan
oleh guru mata pelajaran.
d) Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua
peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta
didik tidak hanya berlangsung di sekolah/madrasah, tetapi juga oleh orang tua
di rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling
memberikaninformasi, pengertian, dan tukar pikiran antar konselor dan orang tua
dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau memcahkan masalah yang mungkin
dihadapi peserta didik.
e) Kolaborasi dengan pihak-pihak
terkait di luar sekolah/madrasah
Berkaitan dengan upaya sekolah/madrash untuk menjalin
kerjasama dengan unsur0unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan
peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
f) Konsultasi
Konselor
menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua atau pihak pimpinan
sekolah/madrasah yang erkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam
meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
g)
Bimbingan Teman Sebaya
Bimbingan teman
sebaya adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta
didik lainnya.Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan
latihan atau pembinaan oleh konselor.
h)
Konferensi Kasus
Kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik
dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan
keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta
didik itu.
i)
Kunjungan Rumah
Kegiatan untuk memperoleh data tentang peserta didik
tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya mengentaskan masalahnya, melalui
kunjungan ke rumahnya.
3. Perencanaan Individual
Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan
kelemahan diri konseli berdasarkan data atau informasi yang diperoleh, yaitu
yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan. Melalui kegiatan penilaian
diri ini, peserta didik akan memiliki pemahamaan, penerimaan dan pengarahan
dirinya secara positif dan konstruktif
4. Dukungan Sistem
a)
Pengembangan Profesi
Konselor secara terus menerus berusaha untuk
memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya.
b)
Manajemen Program
Program bimbingan dan konseling tidak mungkin akan
tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem
manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis dan
terarah.
c)
Riset dan Pengembangan
Strategi : melakukan penelitian, mengikuti kegiatan
profesi dan mengikuti aktifitas peningkatan profesi serta kegiatan pada
organisasi profesi.
2.3.3
Evaluasi dan
Akuntabilitas
1. Tujuan
Dalam keseluruhan kegiatan pelayanan
bimbingan dan konseling, penilaian diperlukan untuk memperoleh umpan balik
terjadap keefektifan pelayanan bimbingan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan
informasi ini dapat ditetapkan langkah-langkah tindak lanjut untuk memperbaiki
dan mengembangkan program selanjutnya
2. Fungsi Evaluasi
a)
Memberikan umpan balik kepada konselor untuk
memperbaiki atau mengembangkan program bimbingan dan konseling.
b)
Memberikan informasi kepadah pimpinan
sekolah/madrasah, guru mata pelajaran, dan orangtua peserta didik tentangperkembangan
sikap perkembangan peserta didik.
3. Aspek-aspek yang Dievaluasi
Ada dua
macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan bimbingan yaitu penilaian
proses untuk mengetahui sejauh mana keefektifan pelayanan dinilai dari
prosesnya dan penilaian hasil untuk memperoleh informasi keefektifan pelayanan
bimbingan dilihat dari hasilnya. Aspek yang dinilai baiik proses maupun hasil
antara lain :
a)
Kesesuaian antara program dengan pelaksanaan.
b)
Keterlaksanaan program.
c)
Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan.
d)
Dampak pelayanan bimbingan terhadap kegiatan belajar
mengajar.
e)
Respon perserta didik, personel sekolah dan orang tua
peserta didik.
f)
Perubahan kemajuan peserta didik.
Berbeda dengan hasil evaluasi
pengajaran yang pada umumnya berbentuk angka atau skor, maka hasil evaluasi
bimbingan dan konseling berupa deskripsi tentang aspek-aspek yang dievaluasi.
4. Langkah-langkah Evaluasi
Pelaksanaan
evaluasi program ditempuh melalui langkah-langkah berikut :
a)
Merumuskan masalah atau instrumentasi.
b)
Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpul data.
c)
Mengumpulkan dan menganalisis data.
d)
Melakukan tindak lanjut.
5. Akuntabilitas
Hal yang
amat penting dalam akuntabilitas adalah informasi yang terkait dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan peserta didik dalam
mencapai kompetensi.
2.3.4 Analisis Hasil Evaluasi Program dan Tindak Lanjut
Hasil
analisis harus ditindaklanjuti dengan menyuusun program selanjutnya sebagai
kesinambungan program, mengembangkan jejaring pelayanan, melakukan referal
serta mengembangkan komitmen baru kebijakan orientasi dan implementasi
pelayanan bimbingan dan konseling.
2.3.5
Personil
Bimbingan dan Konseling
1.
Kepala Sekolah/Madrasah dan Wakil
Kepala Sekolah/Madrasah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di sekolah/madrasah
secara menyeluruh, khususnya pelayanan bimbingan dan konseling.
2.
Koordinator Bimbingan dan konseling
Koordinator adalah salah satu konselor, berperan sebagai
pembantu kepala sekolah di bidang pelayanan bimbingan dan konseling.
3.
Konselor
Konselor adalah tenaga pendidik yang berkualifikasi strata
satu (S-1) Program studi bimbingan dan konseling dan menyelesaikan Pendidikan
Profesi Konselor (PPK) yang bertugas sebagai pelaksana utama, tenaga inti atau
tenaga professional.
4.
Guru Mata Pelajaran/Praktik
Sebagai pengampu mata pelajaran dan/atau praktikum, guru dan
mempunyai peran dalam pelayanan bimbingan dan konseling..
5.
Wali Kelas
Sebagai pembina kelas dan juga memiliki peran dalam
pelayanan bimbingan dan konseling.
6.
Staf adminstrasi
Berperan memperlancar program bimbingan dan konseling.
Mereka diharapkan membantu menyediakan format-format yang diperlukan dan
membantu para konselor dalam memelihara data dan serta sarana dan fasilitas
bimbingan dan konseling yang ada.
2.4 Sarana dan Pembiayaan
Ruang
bimbingan dan konseling merupakan salah satu sarana penting yang turut
mempengaruhi keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah. Letak atau lokasi ruang bimbingan dan konseling disuatu
Sekolah/Madrasah dipilih lokasi yang mudah diakses (strategis) oleh konseli.
Dengan demikian seluruh konseli bisa dengan mudah dan tertarik mengunjungi
ruang bimbingan dan konseling.
Jumlah
ruang bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kebutuhan jenis layanan dan
jumlah ruangan. Antar ruangan sebaiknya tidak tembus pandang. Jenis ruangan
idealnya yang diperlukan meliputi:
1.
Ruangan
kerja bimbingan dan konseling disiapkan agar dapat mendukung produktivitas
kinerja konselor, maka diperlukan fasilitas berupa: komputer, meja kerja
konselor, almari, dan sebagainya.
2. Ruangan administrasi/data perlu
dilengkapi dengan fasilitas berupa: lemari penyimpan dokumen (buku pribadi,
catatan-catatan konseling, dan lain-lain) maupun berupa soft copy. Dalam
hal ini harus menjamin keamanan data yangdisimpan
3. Ruangan konseling individual merupakan tempat yang
nyaman dan aman untuk terjadinya interaksi antara konselor dengan konseli.
Ruangan ini dilengkapi dengan satu set meja kursi atau sofa, tempat untuk
menyimpan majalah.
4. Ruangan bimbingan dan konseling
kelompok merupakan tempat yang nyaman dan aman untuk terjadinya dinamika
kelompok dalam interaksi antara konselor dengan konseli dan konseli dengan
konseli. Ruangan ini dilengkapi dengan perlengkapan antara lain: sejumlah
kursi, karpet, tape recorder, VCD dan televisi.
5.
Ruangan
biblio terapi pada prinsipnya mampu menjadi tempat bagi para konsel dalam
menerima informasi, baik yang berkenaan dengan informasi pribadi, sosial,
akademik, dan karir di masa datang. Karena itu selain menyediakan informasi
secara lengkap, ruangannya pun mampu menopang banyak orang. Ruangan ini
dilengkapi dengan perlengkapan sebagai berikut: daftar buku/ referensi
(katalog), rak buku, ruang baca, buku daftar kunjungan siswa. Jika memungkinkan
fasilitas pendukung seperti fasilitas internet.
6. Ruangan relaksasi yang bersih,
sehat, nyaman, dan aman. Jika memungkinkan ruangan ini dapat dilengkapi dengan
karpet, tape recorder , televisi, VCD/ DVD, dan bantal.
7.
Ruangan
tamu hendaknya berisi kursi dan meja tamu, buku tamu, jam dinding, tulisan dan
atau gambar yang memotivasi konseli untuk berkembang dapat berupa motto,
peribahasa, dan lukisan.
Diatas adalah contoh ruangan beserta fasilitas yang
diharapkan agar menjadi tempat yang nyaman bagi konselor dan konseli dalam
melakukan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan asas-asas dan kode etik
bimbingan dan konseling. Konseli merasa nyaman berkunjung ke ruang bimbingan
dan konseling dan konselorpun merasa nyaman sehingga betah untuk bekerja.
Kenyamanan itu merupakan modal utama bagi kesuksesan program pelayananyang
disediakan
2.4.1
Fasilitas Lain
Selain
ruangan, fasilitas lain yang diperlukan untuk penyelenggaraan bimbingan dan
konseling antara lain:
1.
Dokumen
program Bimbingan dan Konseling (buku program
tahunan, buku program semesteran, buku kasus, dan buku harian)
2.
Instrumen
pengumpul data dan kelengkapan administrasi
seperti:
a.
Alat
pengumpul data berupa tes yaitu: tes
inteligensi, tes bakat khusus, tes
bakat Sekolah/Madrasah, tes/inventori kepribadian, tes/inventori minat, dan tes
prestasi belajar.
b. Alat penyimpan data, khususnya dalam bentuk himpunan data. Alat penyimpan data itu dapat
berbentuk kartu, buku pribadi, map dan file dalam komputer. Bentuk kartu ini
dibuat sedemikian rupa dengan ukuran-ukuran serta warna tertentu, sehingga
mudah untuk disimpan dalam filling cabinet. Untuk menyimpan berbagai
keterangan, informasi atau pun data untuk masing-masing konseli, maka perlu
disediakan map pribadi. Mengingat
banyak sekali aspek-aspek
data konseli yang perlu dan harus dicatat, maka diperlukan adanya suatu alat
yang dapat menghimpun data secara keseluruhan yaitu buku pribadi.
c.
Kelengkapan
penunjang teknis, seperti data informasi, paket
bimbingan, alat bantu bimbingan perlengkapan administrasi, seperti alat tulis
menulis, blanko surat, kartu konsultasi, kartu kasus, blanko konferensi kasus,
dan agenda surat, buku-buku panduan, buku informasi tentang studi lanjutan atau
kursus-kursus, modul bimbingan, atau buku materi pelayanan bimbingan, buku
hasil wawancara, laporan kegiatan pelayanan, data kehadiran
konseli, buku realisasi kegiatan
Bimbingan dan Konseling, bahan-bahan informasi pengembangan keterampilan
pribadi, sosial, belajar maupun karir, dan buku/ bahan informasi pengembangan
keterampilan hidup, perangkat elektronik
(seperti komputer, tape recorder,
film, dan CD interaktif,
CD pembelajaran, OHP, LCD,
TV); filing kabinet/ lemari data
(tempat penyimpanan dokumentasi dan data konseli), dan papan
informasi Bimbingan dan Konseling.
Dalam kerangka pikir dan kerangka kerja bimbingan dan
konseling terkini, para konselor Sekolah/Madrasah perlu terampil menggunakan
perangkat komputer, perangkat komunikasi dan berbagai software untuk
membantu mengumpulkan data, mengolah data, menampilkan data maupun memaknai
data sehingga dapat diakases secara cepat dan secara interaktif. Perangkat
tersebut memiliki peranan yang sangat strategis dalam pelayanan bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah.
Dalam
konteks ini, para konselor dituntut untuk menguasai sewajarnya penggunaan
beberapa perangkat lunak dan perangkat keras komputer. Banyak sekali perangkat
lunak yang dapat dimanfaatkan oleh konselor dalam upaya memberikan pelayanan
terbaik kepada para konseli. Selain itu dengan menggunakan perangkat lunak
komputer, konselor dapat memberikan pelayanan bimbingan dan konseling secara
lebih efisien, dan dengan daya jangkau pelayanan yang lebih luas. Sebagai
contoh perangkat lunak itu antara lain, program database konseli, perangkat
ungkap masalah, analisis tugas dan tingkat perkembangan konseli, dan beberapa
perangkat tes tertentu.
Komputer yang disediakan di ruang bimbingan dan konseling
hendaknya memiliki memori yang cukup besar karena akan menyimpan semua data
konseli, memiliki kelengkapan audio agar dapat dimanfaatkan setiap konseli
untuk menggunakan berbagai CD interaktif informasi maupun pelatihan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah, serta kelengkapan akses internet agar dapat
mengakses informasi penting yang diperlukan konseli maupun dimanfaatkan konseli
untuk melakukan e-counseling.
2.4.2 Pembiayaan: Sumber
dan Alokasi
Perencanaan anggaran merupakan komponen penting dari
manajemen bimbingan dan konseling. Perlu dirancang dengan cermat berapa
anggaran yang diperlukan untuk mendukung implementasi program. Anggaran ini
harus masuk ke dalam Anggaran dan Belanja Sekolah/Madrasah.
Memilih
strategi manajemen yang tepat dalam usaha mencapai tujuan program bimbingan dan
konseling memerlukan analisa terhadap anggaran yang dimiliki. Strategi
manajemen program yang dipilih harus disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki.
Strategi yang dipilih tanpa mempertimbangkan anggaran yang dimiliki mungkin
hanya akan menjadi angan-angan yang mungkin sulit untuk sampai mencapai tujuan
program.
Kebijakan
lembaga yang kondusif perlu diupayakan. Kepala Sekolah/Madrasah harus
memberikan dukungan yang serius dan sistematis terhadap penyelenggaraan program
bimbingan dan konseling. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling harus
diperlakukan sebagai kegiatan yang utuh dari seluruh program pendidikan.
Komponen anggaran
meliputi:
1.
Anggaran
untuk semua aktivitas yang tercantum pada program.
2.
Anggaran
untuk aktivitas pendukung
(seperti untuk homevisit, pembelian buku pendukung/ sumber bacaan,
mengikuti seminar/ workshop atau kegiatan profesi dan organisasi profesi, pengembangan staf, pembelian alat/ media untuk pelayanan bimbingan dan
konseling)
3.
Anggaran
untuk pengembangan dan peningkatan kenyamanan
ruang atau pelayanan bimbingan dan konseling (seperti pembenahan ruangan,
pengadaan buku-buku untuk terapi pustaka, penyiapan perangkat konseling
kelompok)
Sumber
biaya selain dari RABS (Rencana Anggaran Belanja Sekolah/Madrasah), dengan
dukungan kebijakan kepala Sekolah/Madrasah jika memungkinkan dapat mengakses
dana dari sumber-sumber lain melalui kesepakatan lembaga dengan pihak lain,
atau menggunakan sumber yang dialokasikan oleh komite Sekolah/Madrasah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dasar pemikiran
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di jalur pendidikan formal, bukan
semata – mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum, namun yang
lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang
selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
mencapai tugas – tugas perkembangan. Penyusunan program bimbingan dan konseling
di jalur pendidikan formal dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan
mengidentifikasikan aspek – aspek yang dijadikan bahan masukan bagi penyusunan
program tersebut. Ruang bimbingan dan konseling merupakan salah satu sarana
penting yang turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling,
maka dari itu kebijakan lembaga yang kondusif perlu diupayakan.
3.2
Saran
Penyelenggaran bimbingan dan konseling, dapat
dioptimalkan melalui peningkatan sarana dan prasarana,
manajemen bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal harus benar-benar diupayakan oleh konselor dan personil sekolah lainnya, dengan
tujuan agar peserta didik benar-benar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
mencapai tugas – tugas perkembangan ( menyangkut aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan moral – spiritual ).
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.
2008. Penataan Pendidikan Profesional
Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Bandung: Jurusan BK UPI
Gibson,
RL & Mitchell, M.H. Bimbingan dan
Konseling. Translated by Yudi Santoso. Jakarta: Pustaka Pelajar
Post a Comment for "RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL"
Penulis
Pendidikan
1. S1 BK (STKIPMPL)
2. S2 BK (Unnes)