Tugas Mata Kuliah : Manajemen Bimbingan dan Konseling
Oleh : Mas Herlianto
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sugiyo, M. Si
Prodi : Bimbingan dan Konseling
Fakultas : Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen by obyectives pertama kali diperkenalkan oleh Peter Dructer pada tahun 1945, manajemen by obyectives
ini mempunyai nama lain manajemen berdasarkan sasaran. Pada hakekatnya
MBO menekankan pada pentimngnya peranan tujuan dalam perencanaan
efektif.
MBO
berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal atau semi formal,
yang dimulai dengn penerapan tujuan atau dilanjutkan dengan serangkaian
kegiatan sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. MBO merupakan
kegiatan partisipatif dimana bawahan dan manajer aktif dalam setiap
kegiatan sehingga dalam fungsi perencanaan dan pengawasan, MBO dapat
membantu, menghilangkan dan mengatasi berbagai hambatan perencanaan.
Begitu
pula dengan seorang konselor, konselor harus mengembangkan suatu
kegiatan agar antara konselor dan konseli aktif dalam proses konseling
sehingga masalah konselli dapat terselesaaikan. Oleh karena itu konselor
perlu mempelajari MBO.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disebutkan diatas maka dapat dirumuskan maalahnya yaitu “ Apa manajemen by obyectives itu?”.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pada penulisa ini adalah untuk mengetahui manajemen by obyectives dan untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen bimbingan dan konseling yang diampu oleh Prof. Dr. Sugiyo, M. Si Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen By Objectives ( MBO )
Secara
umum esensi system MBO terletak pada penetapan tujuan-tujuan umum oleh
manajer dan bawahan yang bekerja bersama, penelitian bidang tanggung
jawab utama setiap individu yang dirumuskan secara jelas dalam bentuk
hasil-hasil ( sasaran-sasaran ) dapat diukur yang diharapkan dan
penggunaan ukuran-ukuran tersebut sebagai pedoman pengoperasian
satuan-satuan kerja serta penilaian sumbangan masing-masing anggota.
Menurut Drucker, manajemen by ojectives berbeda dengan manajemen by drives (dorongan ). Manajemen by drives
digunakan uuntuk menggambarkan tanggapan-tanggapan organisasi terhadap
berbagau tekanan keuangan atau pasar baru dengan “dorongan ekonomi” atau
“dorongan produksi”. Dalam praktek, hal ini menghasilkan
ketidak-efisienan yang lebih besar dan meningkatnya ketidak-puasan.
Dalam
MBO perencanaan efektif tergantung pada penentuan tujuan setiap manajer
yang diterapkan terutama sebagai fungsinya dalam organisasi. Setiap
tujuan manajer juga harus menyumbang kepada tujuan manajemen yang lebih
tinggi dan perusahaan sebagai keseluruhan.
Drucker
mengemukakan setiap manajer harus menetapkan tujuan-tujuan mereka
sendiri atau paling tidak ikut dalam proses penetapan tujuan. Para
manajer setiap tingkatan seharusnya berpartisipasi dalam penetapan
tujuan pada tingkat lebih tinggi. Dengan cara ini, para manajer akan
memahami lebih baik tujuan-tujuan perusahaan yang lebih luas dan
hubungan tujuan khusus mereka sendiri dengan gambaran perusahaan
keseluruhan.
Menurut
Drucker, hubungan antara setiap tujuan individual dengan tujuan umum
adalah sangat penting,karenamaksud utama penerapan MBO adalah untuk
mencapai efesiensi operasi seluruh organisasi melalui operasi melalui
operasi yang efisien dan integrasi bagian-bagiannya.
Sukses penerapan MBO terutama didasarkan atas dua hipotesa. Pertama, bila
seseorang melekat secara kuat pada suatu tujuan, dia akan bersedia
mengeluarkan usaha lebih untuk meraihnya disbanding bila seserang tidak
merasa terikat. Hipotesa kedua adalah bahwa kapan saja seseorang memperkirakan sesuatu akan terjadi, dia akan melakukan apa saja untuk membuatnya terjadi.
Hipotesa-hipotesa ini menjelaskan mengapa metoda MBO mempunyai sukses
dalam praktek manajemen. Beberapa teori motivasi dan kepemimpinan,
seperti kebutuhan aktualisasi diri Maslow, Teori Y Mc Gregor,
factor-faktor motivasi Herzberg, dan kebutuhan berprestasi Mc Clelland,
juga mendasari sukses penerapan MBO.
MBO juga didasarkan konsep bahwa orang lebih menyukai dinilai menurut
criteria realistic yang mereka terima dan standar yang mereka pandang
dapat dicapai. Atas dasar metoda ini, orang-orang berpartisipasi dalam
penentuan tujuan dan identifikasi criteria yang digunakan untuk menilai
mereka. Berbagai tujuan dapat diukur dengan ukuran-ukuran kuantitatif (
seperti volume produksi atau penjualan, biaya atau laba ), sedangkan
tujuan-tujuan lain dinilai secara kualitatif (seperti hubungan
langganan, rencana permasaran, atau pengembangan karyawan)
B. Sistem Manajemen By Objectives (MBO) Formal
Program-program
MBO dapat sangat bervariasi. Banyak dirancang untuk digunakan dalam
suatu kelompok kerja, tetapi banyak juga yang digunakan untuk organisasi
sebagai keseluruhan. Metode-metode dan pendekatan-pendekatan yang
digunakan para manajer dalam program MBO akan berbeda. Di samping itu,
juga ada perbedaan dalam penekanan. Berikut ini akan diuraikan
unsur-unsur umum yang selalu ada dalam berbagai system MBO yang efektif:
1. Komitmen pada program
Program
MBO yang efektif mensyaratkan komitmen para manajer di setiap tingkatan
organisasi terhadap pencapaian tujuan-tujuan pribadi dan organisasi,
sertaproses MBO. Banyak waktu dan energy diperlukan untuk
mengimplementasikan program MBO dengan sukses. Manajer pertama kali
harus bertemu dengan bawahan untuk menetapkan tujuan dan kemudian untuk
menilai kemajuan berdasarkan tujuan dan kemudian untuk menilai kemajuan
berdasarkan tujuan tersebut.
2. Penetapan tujuan manajemen puncak
Program-program
perencanaan efektif biasanya mulai dengan para manajer puncak, yang
menetapakan tujuan-tujuan pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para
anggota organisasi lainnya. Tujuan harus dinyatakan dalam bentuk atau
dengan istilah tertentu yang dapat diukur, misal “menaikkan penjualan
sebesar 5% kuartal yang akan datang”, “tidak ada kenaikan biaya overhead
tahun ini”, dan sebagainya. Dengan cara ini manajer dan bawahan akan
mempunyai gagasan yang jelas tentang apa yang diharapkan manajemen
puncak untuk dicapai dan merekadapat melihat hubungan langsung
kerjamereka dengan pencapaian tujuan organisasi.
3. Tujuan-tujuan perseorangan
Dalam
suatu program MBO efektif,setiap manajer dan bawahan merumuskan
tanggung jawab dan tujuan jabatan mereka secara jelas. Maksud penetapan
tujuan pada setiap tingkatan adalah untuk membantu para karyawan
memahami secara jelas apa yang diharapkan agar tercapai. Ini membantu
setiap individu merencanakan secara efektif untuk mencapai tujuannya
yang ditetapkan sendiri.
Tujuan
sendiri individu harus ditetapkan dengan konsultasi anta individu dan
atasannya. Konsultasi bersama ini akan membantu manajer mengembangkan
tujuan-tujuan yang lebih realistic dan membantu bawahan memperluas
pandangan mereka tentang tujuan yang lebih tinggi.
4. Partisipasi
Derajat
partisipasi bawahan dalam penentapan tujuan dapat sangat bervariasi.
Pada satu sisi ekstrim, bawahan mungkin berpartisipasi hanya dengan
kehadirannya ketika tujuan ditetapkan oleh manajemen. Pada sisi ekstrim
lain, bawahan mungkin sangat bebas untuk menetapkan tujuan mereka
sendiri dan metoda pencapaiannya. Kedua ekstrim ini cenderung tidak
efektif. Manajer kadang-kadang menetapkan tujuan tanpa pengetahuan penuh
tentang batasan-batasan dalam praktek dimana bawahan harus beroperasi;
bawahan mungkin memilih tujuan yang tidak konsisten dengan tujuan
organisasi. Sebagai pedoman umum, semakin besar kemungkinan tujuan akan
tercapai.
5. Otonomi dalam implemantasi rencana
Setelah
tujuan ditetapkan dan disetujui, individu mempunyai keleluasan dalam
pemilihan peralatan untuk pencapaian tujuan. Dangan batasan-batasan
normal kebijaksanaan organisasi, manajer harus bebas untuk mengembangkan
dan mengimplementasikan program-program pencapaian tujuan-tujuan mereka
tanpa campur tangan atasannya langsung. Aspek program MBO ini secara
khusus dihargaioleh manajer.
6. Peninjauan kembali prestasi
Manajer
dan bawahan secara periodek bertemu untuk meninjau kembali kemajuan
terhadap tujuan. Selama peninjauan kembali, merela memutuskan apakah ada
masalah-masalah dan bila ada, apa yang dapat kerjakan untuk
memecahkannya. Bila diperlukan, tujuan juga dapat dirubah.
Proses MBO
- Atasan dan bawahan berdiskusi dan membicarakan tanggung jawab penting jabatan atasan
- Atasan dan bawahan berdiskusi dan mencapai persetujuan tentang komponen-komponen kunci efektifitas jabatan bawahan
- Atasan dan bawahan menyetujui tujuan-tujuan pelaksanaan tertentu yang dapat diukur untuk bawahan
- Atasan dan bawahan bertemu secara periodic untuk bersama-sama mengevaluasi kemajuan bawahan
- Atasan dan bawahan bertemu untuk meninjau kembali tingkat prestasi bawahan keseluruhan (peninjauan kembali tahunan atau setengah tahunan), kembali ke (1)
C. Kekuatan dan Kelemahan Manajemen By Objectives (MBO)
Dalam suatu survai terhadap para manajer, Tosi dan Carroll mengemukakan kebaikan-kebaikan program MBO adalah sebagai berikut:
1. Memungkinkan para individu mengetahui apa yang diharapkan diri mereka
2. Membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan tujuan dan sasaran
3. Memperbaiki komunikasi komunikasi antara manajer dan bawahan
4. Membuat para individu lebih memusatkan perhatiannya pada tujuan organisasi
5. Membuat
proses evaluasi lebih dapat disamakan melalui pemusatan pada pencapaian
tujuan tertentu. Ini juga memungkinkan para bawahan mengetahui kualitas
pekerjaan mereka hubungannya dengan tujuan organisasi
Dari
uraian diatas, MBO mempunyai manfaat tidak hanya bagi organisasi tetapi
juga bagi individu-individu secara perseorangan. Bagi individu,
barangkali kebaikan pokok MBO adalah meningkatkan rasa keterlibatan dan
pemahaman terhadap tujuan-tujuan organisasi. Ini memungkinkan
usaha-usaha dipusatkan dimana mereka paling dibutuhkan dan paling
mungkin untuk dihargai. Di samping itu, para individu mengetahui bahwa
mereka akan dievaluasi, tidak dalam hal sifat-sifat pribadi atau atas
dasar prasangka atasan, tetapi bagaimana mereka mencapai tujuan yang
mereka sendiri telah membantu untuk menetapkannya. Sebagai hasil, para
individu dalam proses MBO akan lebih cenderung untuk melakukan tanggung
jawab mereka dengan bersemangat dan sukses dibanding lainnya.
Semua manfaat diatas, paling sedikit tidak secara langsung, adalah
manfaat organisasi. Di samping itu, ada kebaikan-kebaikan implementasi
program MBO yang secara langsung dirasakan organisasi. Bila seluruh
tingkatan organisasi membantu dalam penetapan tujuan, tujuan dan sasaran
organisasi akan lebih realistic. Perbaikan komunikasi hasil dari MBO
juga dapat membantu organisasimencapai tujuannya dengan lebih mudah
karena kegiatan-kegiatannya akan dikoordinasi lebih baik. Akibatnya,
organisasi secara keseluruhan mempunyai rasa kesatuan yang lebih baik.
Akibatnya organisasi secara keseluruhan mempunyai rasa kesatuan yang
lebih tinggi: Karyawan tingkat bawah lebih memperhatikan penghargaan
manajemen puncak dan sebaliknya membantu dalam penetapan tujuan yang
realistic.
MBO tentu saja tidak memecahkan seluruh masalah suatu organisasi.
Penilaian terhadap bawahan adalah bidang yang sulit, karena hal ini
menyangkut status, penggajian dan promosi. Bahkan dalam program MBO yang
paling baik, proses peninjauan kembali mungkin menyebabkan ketegangan
dan ketidak sukaan. Tidak semua pencapaian tujuan dapat dikualifikasikan
atau diukur. Bahkan bila prestasi (atau kekurangan mereka) dapat diukur
seperti jumlah penjualan total dalam daerah seorang bawahan-bawahan
mengkin tidak bertanggung jawab atas hal tersebut. Sebagai contoh,
penjualan mungkin turun walaupun usaha bawahan adalah terbaik, karena
berbagai tindakan yang tidak diharapkan dari pesaing.
Ada dua kategori kelemahan-kelemahan khas untuk organisasi yang
mempunyai program-program MBO formal. Dalam kategori pertama adalah
kelemahan-kelemahan yang melekat (inherent) pada proses MBO. Ini
mencakup konsumsi waktu dan usaha yang cukup besar dalam proses belajar
untuk menggunakan teknik MBO, serta biasanya meningkatkan banyaknya
kertas kerja. Dalam kategori kedua, kelemahan-kelemahan seharusnya tidak
ada tetapi sering dijumpai dalam pengembangan dan implementasi
program-program MBO.
Kategori kedua ini menyangkut beberapa masalah pokok yang harus dikendalikan agar program MBO sukses:
1. Gaya dan dukungan manajemen
Bila
manajer puncak lebih suka pendekatan otoritas yang kuat dan pembuatan
keputusan yang disentralisasi, mereka akan memerlukan pendidikan dan
latihan kembali sebelum merka dapat menerapkan program MBO. Manajemen
puncak juga harus terlibat secara penuh dan memberikan dukungan melalui
kegiatan-kegiatannya.
2. Penyesuaian dan perubahan
MBO
mungkin memerlukan banyak perubahan dalam struktur organisasi, pola
wewenang dan prosedur pengawasan. Manajer harus mendukung
perubahan-perubahan ini
3. Keterampilan-keterampilan antar pribadi
Proses
penetapan tujuan dan peninjauan kembali manajer-bawahan memerlukan
suatu tingkat keterampilan tinggi dalam hubungan –hubungan antar
pribadi. Banyak manjer tidak mempunyai pengalaman maupun kemampuan dasar
dalam bidang ini. Latihan dalam pembimbingan dan wawancara mungkin
diperlukan
4. Deskripsi jabatan
Penyusunan
suatu daftar khusus tujuan dan tanggung jawab perseorangan adalah sulit
dan memakan waktu. Di samping itu, deskripsi jabatan harus ditinjau
kembali dan direvisi sesuai perubahan kondisi organisasi. Ini merupakan
tahap kritis implementasi, bila dampak system MBO mungkin merubahan
tugas dan tanggung jawab setiap jenjang
5. Penetapan dan pengkoordinasian tujuan
Penetapan
tujuan yang menantang, sekaligus realistic, sering merupakan sumber
kebinggungan manajer. Kemungkinan timbul masalah dalam pembuatan tujuan
yang dapat diukur dan dalam penggambaran tujuan secara jelas dan tepat.
Selain itu mungkin ada kesulitan untuk mengkoordinasi tujuan organisasi
secara keseluruhan dengan kebutuhan-kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan
perseorangan.
6. Pengawasan metode pencapaian tujuan
Manajer
dapat mengalami frustasi bila usahanya untuk mencapai tujuan tergantung
pada pencapaian bagian lain dalam organisasi. Sebagai contoh, manajer
lini produksi tidak dapat memenuhi sasaran perakitan 100 unit perhari
bila departemennya hanya disuplai 90 unit komponen. Penetapan tujuan
kelompok dan fleksibilitas dibutuhkan untuk memecahkan jenis masalah
ini.
7. Konflik antara kreativitas dan MBO
Mengikatkan
evaluasi prestasi, promosi dan kompensasi pencapaian tujuan mungkin
berlawanan dengan tujuan produktivitas bila hal itu cenderung tidak
mendorong inovasi. Bila manajer gagal untuk mencoba sesuatu yang baru
karena energy mereka terarahkan pada tujuan-tujuan MBO, berbagai
kesempatan dapat hilang.usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari
masalah ini adalah dengan menempatkan inovasi dan perubahan menjadi
bagian prosees penetapan tujuan.
D. Membuat Manajemen By Objectives (MBO) Efektif
Pengakuan
terhadap kegunaan MBO terutama karena MBO memberikan mekanisme
penetapan tujuan dan evaluasi manajerial, serta integrasi tujuan-tujuan
pribadi dan organisasi.
Karena
banyak manajer akan menghadapi berbagai macam program penetapan tujuan
dalam organisasi, penting diperhatikan unsure-unsur yang diperlukan bagi
keefektifan MBO, yaitu:
1. Mendidik dan melatih manajer
Agar
MBO sukses, manajer harus memahaminya dan mempunyai keterampilan yang
sesuai. Mereka harus dididik tentang prosedur dan kebaikan-kebaikan
system serta keterampilan-keterampilam yang diperlukan, dan harus
dibantu untuk memahami kegunaan MBO bagi organisasi dan karir mereka.
Bila manajer tetap menentang, program MBO akan gagal
2. Merumuskan tujuan secara jelas
Manajer
dan bawahan harus dipuaskan bahwa tujuan adalah realistic dan mudah
dipahami, serta akan digunakan untuk mengevaluasi prestasi. Organisasi
mungkin perlu melatih para manajer dengan keterampilan-keterampilan
penetapan tujuan yang berguna dan terukur serta mengkomunikasikan secara
efektif
3. Menunjukan komitmen menajemen puncak secara kontinyu
Penerimaan
dan antusiasme mula-mula karyawan terhadap program MBO mungkin hilang
dengan cepat kecuali manajemen puncak melakukan usaha-usaha bersama
untuk menjaga system tetap hidup dan berfungsi sepenuhnya. Para manajer
yang mengalami kesulitan untuk menetapkan dan meninjau kembalitujuan
mungkin kembali pada pendekatan yang lebih traditional dan otokratik.
Manajer-manajer puncak harus berhati-hati terhadap kecenderungan ini dan
memberikan dukungan secara kontinyu untuk menjaga program sebagai
bagian vital prosedur pengoperasian organisasi
4. Membuat umpan balik efektif
System
MBO tergantung pada para partisipan yang mengetahui posisi merka dalam
hubungannya dengan tujuan-tujuan. Penetapan tujuan bukan merupakan suatu
insentif yang memadai; peninjauan kembali tetap perlu
5. Mendorong partisipasi
Manajer
harus menyadari bahwa parisipasi bawahan dalam penetapan tujuan bersama
dapat mengandung implikasi pengalokasian kembali kekuasaan. Manajer
harus bersedia melepaskan berbagai pengawasan langsung terhadap bawahan
dan mendorong bawahan untuk mengambil peranan lebih aktif dalam
perumusan dan pencapaian tujuan mereka sendiri
E. Penerapan Manajemen By Obyectives (MBO) Dalam Bimbingan dan Konseling
Penerapan
MBO dalam bimbingan dan konseling dikaitkan dengan program yang akan
dilakukan oleh konselor untuk konseli dan tujuan dari kegiatan konseling
itu sendiri. Berkaitan dengan programnya, MBO sangat erat kaitannya
dengan perencanaan. Maksudnya adalah perencanaan konselor dalam membuat
program, perencanaan tindakan yang akan dilakukan oleh konselor kepada
konseli, perencanaan dalam membuat SATLAN atau SATKUNG, perencanaan
tentang LAISEG, LAIJAPEN, dan LAIJAPAN atupun perencanaan-perencanaan
yang lainnya. Sedangkan kaitannya dengan tujuan kegiatan konseling,
konselor perlu menggunakan MBO dalam menetapkan tujuan dari kegiatan
konseling, bagaimana agar dalam kegiatan konseling nanti konseli aktif
dalam pelaksanaannya dan apabila kegiatan konseling sudah usai konselor
dapat meninjau atau mengawasi konseli setelah diberikan suatu layanan
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, Hani T. 1995. Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Post a Comment for "Manajemen by Objektif dalam bimbingan dan konseling"
Penulis
Pendidikan
1. S1 BK (STKIPMPL)
2. S2 BK (Unnes)