A. Pengertian Diagnostik secara Umum dan Diagnostik Kesulitan Belajar
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Diagnosis, merupakan istilah yang diambil dari bidang medis, yang diartikan (Thorndike dan Hagen, 1955) dalam Abin Syamsudin adalah:
o Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami sesorang dengan melalui pengujian dan studi yang saksama mengenai gejala-gejalanya (symptoms)
o Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial
o Keputusan-keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
Sedangkan diagnostic kesulitan belajar adalah sebagai suatu proses upaya untuk memahamijenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data/informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternative kemungkinan pemecahannya.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal, kedua; adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BK lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
B. Hakikat dan Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan pangunaan bahasa ujaran atau tulisan. gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentu kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung. batas tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan konseptual, luka pada otak, disleksia dan afasia perkembangan. batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problematika belajar yang penyebab utamnya berasal dari adanya hambatan pengelihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosinal, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi.(The United State Office Of Educaion (USOE)).
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Bila diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kegagalan belajar didefinisikan Burton, (1952) dalam Abin Syamsudinjika yang bersangkutan::
1. Tidak dapat mencapai ukuran tingkat keberhasilan/penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu, sesuai dengan yang telah ditetapkan (criterion referenced)
2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya: intelegensi, bakat). Siswa ini digolongkan dalam under achievers.
3. Tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, yang termasuk penyesuaian social sesuai dengan pola organismiknya (his organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok social dan usia yang bersangkutan. Siswa ini dikategorikan kedalan slow learners.
4. Tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat (prerequisite) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini digolongkan kedalam slow learners atau immature (belum matang).
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu. Dalam definisi lain dikatakan bahwa siswa berkesulitan belajar (Learning Disabilities/ LD) adalah individu yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar. Salah satu manifestasinya adalah kegagalan nyata dalam belajar akademik atau keterampilan dasar belajar, yaitu membaca, menulis dan berhitung. Mulyono Abdurrahman mengemukakan definisi secara formal pertama kali (USOE (United States Office of Education) : 1977), adalah sebagai berikut:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut menampakkan diri dalam bentuk eksulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebeb utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karenagangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi.
Sementara menurut NJCLD (The National Joint Committee for Learning Disabilities) mengemukakan definisi sebagai berikut:
Kesulitan belajar menunjuk kepada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan pengguanaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut instrinsikdan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi system saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sendoris, tunagrahita, hambatan social dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, factor-faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukanpenyebab atau pengaruh langsung (Hammil et al., 1961: 336)
Sedangkan menurut ACALD (the Board of Association for Children and Adulth with Learning Disabilities), yang dikutip oleh Lovitt (1989: 7) adalah sebagai berikut:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologist yang secara selektif mengganggu erkembangan, integrasi, dan/ atau kemampuan verbal dan/ atau non verbal.
Kesulitan belajar kusus tampil sebagaisuatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang meiliki inteligensi rata-rata hingga superior, yang memilki system sensoris yang cukup, dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya.Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pedidikan pekerjaan, sosialisasi, dan/ atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan.
Walaupun adanya perbedaan dalam beberapa definisi tersebut, namun memiliki kesamaan (Mulyono Abdurrahman, 2003: 9), yaitu (1) kemungkinan adanya disfungsi neurologis, (2) adanya kesulitan dalam tugas akademis, (3) adanya kesenjangan prestasi dan potensi, dan (4) adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain.
Sementara klasisfikasi kesulitan belajar secara garis besar dibagi kedalam dua kelompok (Mulyono Abdurrahman, 2003: 11), yaitu (1) kesulitan yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities), dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
Menurut Mulyono Abdurrahman, secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu:
· kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities). kesulitan belajar tipe ini mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku social.
· kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). kesulitan tipe ini menunjuk pada adanya kegagalan pencapaian pretasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, atau matematika.
Penyebab Kesulitan Belajar
Penyebab utama kesulitan belajar adalah factor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologist; sedalangkan penyebab utama problem belajar adalah factor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolahan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pembetrian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat.
Berbagai penyebab yang menyebabkan disfungsi neurologist yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain:
1. factor genetic
2. luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen
3. biokimia yang hilang
4. biokimia yang dapat merusam otak
5. pencemaran lingkungan
6. gizi yang tidak memadai
7. pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak.
Dalam istilah medis para dokter spesialis umumnya lebih menyukai untuk menggunakan istilah disfungsi minimal otak (DMO) atau Minimal Brain Dysfunction (MBD). Sedangkan asosiasi psikiater Amerika pada tahun 1980 menyarankanmenggunakan terminologi attention deficit disorder (AAD) sebagai pengganti (MBD). Selanjutnya AAD dibagi menjadi dua kelompok yaitu, dengan dan tanpa hiperaktivitas. Karakteristik diagnostik untuk anak yang memiliki gangguan kekurangan perhatian dengan hiperaktivitas (attention deficit disorder with hyperactivity) adalah :
1. kurang perhatian. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut dibawah ini :
· sering gagal dalam menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai
· sering tampak tidak mendengarkan
· mudah bingung, dan
· kesulitan untuk memusatkan perhatian dalam pekerjaan sekolah atau tugas – tugas lain.
2. impulsif. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut dibawah ini:
· kesulitan untuk mengikuti suatu aktivitas permainanan
· sering bertindak sebelum berfikir.
· Mengubah-ubah aktivitas dari yang satu ke yang lain.
· Kesulitan dalam mengorganisasikan pekerjaan.
· Memerlukan banyak pengawasan.
· Sering keluar kelas, dan
· Sulit menunggu giliran dalam permainana atau dalam situasi belajar kelompok
3. hiperaktivitas. Paling sedikit mencakup dua karakteristik dari yang tersebut dibawah ini :
· berlari-lari dan memanjat-manjat secara berlebihan.
· Gelisa seecara berlebihan
· Berjalan pada saat tidur.
4. sering mengembara tanpa tujuan.
5. Terjadi sebelum usia tujuh tahun.
6. Durasi dan lamanya paling sedikit enam bulan.
7. Bukan karena schizophrenia, gangguan afektif, atau retardasimental berat.
Gangguan kekurangan tanpa hiperaktivitas (attention deficit disorder without hyperactivity) memiliki sifat yang sama dengan gangguan kekurangan perhatian dengan hiperaktivitas kecuali tidak adanya hiperaktivitas; disamping itu sifat-sifat dan gangguan-gangguan tersebut umumnya ringan.
C. Diagnostik mengatasi kesulitan belajar
Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.
Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya.
Menghadapi masalah itu, ada kecendrungan tidak semua siswa mampu memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula seseorang yang tampak seolah tidak mempunyai masalah, padahal masalah yang dihadapinya cukup berat.
Atas kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Seperti diketahui, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sekurang-kurangnya memiliki 3 fungsi utama. Pertama fungsi pengajaran, yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan dan keterampilan. Kedua, fungsi administrasi, dan ketiga fungsi pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
Setiap fungsi pendidikan itu, pada dasarnya bertanggung jawab terhadap proses pendidikan pada umumnya. Termasuk seorang guru yang berdiri di depan kelas, bertanggung jawab pula atau melekat padanya fungsi administratif dan fungsi pelayanan siswa. Hanya memang dalam pendidikan, pada dasarnya sulit memisahkan secara tegas fungsi yang satu dengan fungsi yang lainnya, meskipun pada setiap fungsi tersebut mempunyai penanggung jawab masing-masing. Dalam hal ini, guru atau pembimbing dapat membawa setiap siswa kearah perkembangan individu seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan kehidupan sosial serta tanggung jawab moral. Salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugas dan peranannya ialah kegiatan evaluasi. Dilihat dari jenisnya evaluasi ada empat, yaitu sumatif, formatif, penempatan, dan diagnostik.
1. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
2. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus - kasus yang dihadapi.
3. Tes diagnostik
Pada konteks ini, penulis akan mencoba menyoroti tes diagnostik kesulitan belajar yang kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes itu akan dapat diketahui letak kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah ditemukan, maka guru atau pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan guna menolong siswa tersebut.
Tes dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang dilaksanakannya ujian akhir nasional (UAN) dengan standar nilai 4,01, boleh jadi bagi sebagian siswa sangat berat. Pihak sekolah dalam menghadapinya.
Salah satu antisipasinya pihak sekolah atau guru, harus memberi perhatian khusus terhadap perbedaan kemampuan individual siswa tersebut. Perhatian yang dimaksud yakni dengan menyelenggarakan tes diagnostik. Jika tes itu dilaksanakan dengan efektif dan efesien, penulis yakin permasalah perbedaan kemampan siswa akan terselesaikan dengan baik.
D. Prosedur Pelaksanaan dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar
Langkah yang dapat ditempuh untuk menemukan anak bereksulitan belajar adalah dengan melakukan diagnosis, yaitu untuk menentukan jenis dan penyebab kesulitan serta alternative strategi pengajaran remedial yang efektif dan efisien. Menurut buku Akta Mengajar V (1984/1685: 40) ada enam langkah prosedur diagnosis yang perlu dilalui, yaitu (1) identifikasi, (2) lokalisasi letak kesulitan belajar, (3) lokalisasi penyebab kesulitan, (4) memperkirakan kemungkinan bantuan, (5) menentukan kemungkinan cara mengatasi kesulitan dan (6) tidak lanjut.
Burton (1952: 640-652) menggariskan prosedur diagnostic berdasarkan pada teknik dan instrument yang digunakan dalam pelaksanaannya sebagai berikut:
1.General diagnosis
Digunakan tes baku, seperti evaluasi dan pengukuran psikologis hasil belajar. Sasarannya adalah menemukan siswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
2. Analysis diagnostic
Digunakan tes diagnostic. Sasaran untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
3. Psychological diagnosis
Teknik pendekatan instrument yang digunakan antara lain:
o observasi
o analisis karya tulis
o analisis proses dan respon lisan
o analisis berbagai catatan objektif
o wawancara
o pendekatan laboratories dan klinis
o studi kasus
Sasaran kegiatan diagnosis pada langkah ini adalah ditujukan untuk memahami karakteristik dan factor penyebab kesiulitan.
Langkah-Langkah Tindakan Diagnosa Menurut C. Ross dan Julian Stanley, langkah-langkah mendiagnosis kesulitan belajar ada tiga tahap, yaitu :
1.Langkah-langkah diagnosis yang meliputi aktifitas, berupa
a. Identifikasi kasus
b. Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan
c. Menemukan faktor penyebab baik secara internal maupun eksternal
2. Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3. Langkah Terapi yaitu langkah untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain pengajaran remedial, transfer atau referal.
Sasaran dari kegiatan diagnosis pada dasarnya ditujukan untuk memahami
karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Ø Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi
Ø Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
Ø Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
Ø Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list
Ø Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.
2. Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu. Dengan membandingkan angka nilai prestasi siswa yang bersangkutan dari bidang studi yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata dari setiap bidang studi. Atau dengan melakukan analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas, ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam belajar.
3. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
4. Memperkirakan alternatif pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
Demikianlah prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar, di atas dapat dipergunakan. Namun penerapannya dalam proses konseling bisa sangat bervariasi, bahkan ada beberapa pakar yang mempunyai pandangan yang bertolak belakang atau kontradiktif. Bahkan, menurut Carl Rogers, terapi atau pertolongan yang baik tidak membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan diagnosa. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat Wiliamson, Ellis, Freud, dan Thorn yang menekankan bahwa diagnosa sebagai langkah yang perlu dipakai dalam pendekatan konseling, termasuk konseling yang menangani kesulitan dalam belajar. Bahkan ditekankan bahwa diagnosa merupakan bagian dari kegiatan konselor dalam proses konseling. Seyogyanya seorang pembimbing atau konselor perlu mengingat dan dapat bertindak bijaksana dalam mempertimbangkan kapan sebaiknya diagnosa dipergunakan atau tidak untuk menolong siswa dalam mengatasi kesulitan belajar.
E. Mengatasi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orangtua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat di sekolah dasar. Sesuai dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukan karakternya. Di masa kini anak tidak hanya belajar menghitung, membaca, atau menghafal pengetahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung jawab, skala nilai moral, skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
Masalah disiplin juga tidak kalah pentingnya. Anak-anak sejak kecil sudah harus ditanamkan disiplin. Jika, tidak sangat menentukan perkembangan karakter anak tersebut. Di dalam kebudayaan Bugis-Makassar ada istilah macanga-canga atau memandang enteng persoalan. Sering menunda-nunda jadwal belajar.
Dalam menghadapi perilaku anak seperti ini, dalalm artikel Ibu Anak disebutkan setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Namun, sebelum memperhatikan hal tersebut, orangtua hendaknya tidak mudah jatuh iba sehingga mengambil alih tugas anak. Tentu dengan tujuan meringankan agar mereka bisa mengerjakan pekerjaan rumah misalnya.
Sekali lagi orangtua tidak dianjurkan membantu anak dengan cara mengambil alih, tapi bagaimana menuntun anak agar pekerjaan rumah dikerjakan sendiri dalam situasi menyenangkan.
5. Perhatikan Mood
Untuk mengenal mood anak, seorang ibu harus mengenal karakter dan kebiasaan belajar anak. Apakah anak belajar dengan senang hati atau dalam keadaan kesal. Jika belajar dalam suasana hati yang senang, maka apa yang akan dipelajari lebih cepat ditangkap. Bila saat belajar, ia merasa kesal, coba untuk mencari tahu penyebab munculnya rasa kesal itu. Apakah karena pelajaran yang sulit atau karena konsentrasi yang pecah. Nah di sini tugas orangtua untuk menyenangkan hati si anak.
6. Siapkan Ruang Belajar
Kesulitan belajar anak bisa juga karena tempat yang tersedia tidak memadai. Karena itu, coba sediakan tempat belajar untuk anak. Jika kesulitan itu muncul karena tidak tersedianya meja, maka ajaklah anak belajar di meja makan didampingi orangtuanya. Tentu sebelum belajar meja makan harus dibersihkan lebih dahulu.
Selain itu, saat mengajari anak ini Anda bisa melakukannya dengan menularkan cara belajar yang baik. Misalnya bercerita kepada anak tentang bagaimana dahulu ibunya menyelesaikan mata pelajaran yang dianggap sulit. Biasanya anak cepat larut dengan cerita ibunya sehingga ia mencoba mencocok-cocokkan dengan apa yang dijalaninya sekarang.
7. Komunikasi
Masa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Sempatkan juga waktu dan dengarkan anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka mengajar di sekolah. Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir termasuk bagaimana guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya. Khusus soal komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak dini biasakan anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya. Adapun cara ;ain, yaitu dengan Senam Otak (Brain Gym).
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Diagnosis, merupakan istilah yang diambil dari bidang medis, yang diartikan (Thorndike dan Hagen, 1955) dalam Abin Syamsudin adalah:
o Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami sesorang dengan melalui pengujian dan studi yang saksama mengenai gejala-gejalanya (symptoms)
o Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial
o Keputusan-keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
Sedangkan diagnostic kesulitan belajar adalah sebagai suatu proses upaya untuk memahamijenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data/informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternative kemungkinan pemecahannya.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal, kedua; adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BK lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
B. Hakikat dan Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan pangunaan bahasa ujaran atau tulisan. gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentu kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung. batas tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan konseptual, luka pada otak, disleksia dan afasia perkembangan. batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problematika belajar yang penyebab utamnya berasal dari adanya hambatan pengelihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosinal, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi.(The United State Office Of Educaion (USOE)).
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Bila diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kegagalan belajar didefinisikan Burton, (1952) dalam Abin Syamsudinjika yang bersangkutan::
1. Tidak dapat mencapai ukuran tingkat keberhasilan/penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu, sesuai dengan yang telah ditetapkan (criterion referenced)
2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya: intelegensi, bakat). Siswa ini digolongkan dalam under achievers.
3. Tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, yang termasuk penyesuaian social sesuai dengan pola organismiknya (his organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok social dan usia yang bersangkutan. Siswa ini dikategorikan kedalan slow learners.
4. Tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat (prerequisite) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini digolongkan kedalam slow learners atau immature (belum matang).
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu. Dalam definisi lain dikatakan bahwa siswa berkesulitan belajar (Learning Disabilities/ LD) adalah individu yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar. Salah satu manifestasinya adalah kegagalan nyata dalam belajar akademik atau keterampilan dasar belajar, yaitu membaca, menulis dan berhitung. Mulyono Abdurrahman mengemukakan definisi secara formal pertama kali (USOE (United States Office of Education) : 1977), adalah sebagai berikut:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut menampakkan diri dalam bentuk eksulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebeb utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karenagangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi.
Sementara menurut NJCLD (The National Joint Committee for Learning Disabilities) mengemukakan definisi sebagai berikut:
Kesulitan belajar menunjuk kepada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan pengguanaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut instrinsikdan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi system saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sendoris, tunagrahita, hambatan social dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, factor-faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukanpenyebab atau pengaruh langsung (Hammil et al., 1961: 336)
Sedangkan menurut ACALD (the Board of Association for Children and Adulth with Learning Disabilities), yang dikutip oleh Lovitt (1989: 7) adalah sebagai berikut:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologist yang secara selektif mengganggu erkembangan, integrasi, dan/ atau kemampuan verbal dan/ atau non verbal.
Kesulitan belajar kusus tampil sebagaisuatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang meiliki inteligensi rata-rata hingga superior, yang memilki system sensoris yang cukup, dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya.Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pedidikan pekerjaan, sosialisasi, dan/ atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan.
Walaupun adanya perbedaan dalam beberapa definisi tersebut, namun memiliki kesamaan (Mulyono Abdurrahman, 2003: 9), yaitu (1) kemungkinan adanya disfungsi neurologis, (2) adanya kesulitan dalam tugas akademis, (3) adanya kesenjangan prestasi dan potensi, dan (4) adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain.
Sementara klasisfikasi kesulitan belajar secara garis besar dibagi kedalam dua kelompok (Mulyono Abdurrahman, 2003: 11), yaitu (1) kesulitan yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities), dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
Menurut Mulyono Abdurrahman, secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu:
· kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities). kesulitan belajar tipe ini mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku social.
· kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). kesulitan tipe ini menunjuk pada adanya kegagalan pencapaian pretasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, atau matematika.
Penyebab Kesulitan Belajar
Penyebab utama kesulitan belajar adalah factor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologist; sedalangkan penyebab utama problem belajar adalah factor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolahan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pembetrian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat.
Berbagai penyebab yang menyebabkan disfungsi neurologist yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain:
1. factor genetic
2. luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen
3. biokimia yang hilang
4. biokimia yang dapat merusam otak
5. pencemaran lingkungan
6. gizi yang tidak memadai
7. pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak.
Dalam istilah medis para dokter spesialis umumnya lebih menyukai untuk menggunakan istilah disfungsi minimal otak (DMO) atau Minimal Brain Dysfunction (MBD). Sedangkan asosiasi psikiater Amerika pada tahun 1980 menyarankanmenggunakan terminologi attention deficit disorder (AAD) sebagai pengganti (MBD). Selanjutnya AAD dibagi menjadi dua kelompok yaitu, dengan dan tanpa hiperaktivitas. Karakteristik diagnostik untuk anak yang memiliki gangguan kekurangan perhatian dengan hiperaktivitas (attention deficit disorder with hyperactivity) adalah :
1. kurang perhatian. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut dibawah ini :
· sering gagal dalam menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai
· sering tampak tidak mendengarkan
· mudah bingung, dan
· kesulitan untuk memusatkan perhatian dalam pekerjaan sekolah atau tugas – tugas lain.
2. impulsif. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut dibawah ini:
· kesulitan untuk mengikuti suatu aktivitas permainanan
· sering bertindak sebelum berfikir.
· Mengubah-ubah aktivitas dari yang satu ke yang lain.
· Kesulitan dalam mengorganisasikan pekerjaan.
· Memerlukan banyak pengawasan.
· Sering keluar kelas, dan
· Sulit menunggu giliran dalam permainana atau dalam situasi belajar kelompok
3. hiperaktivitas. Paling sedikit mencakup dua karakteristik dari yang tersebut dibawah ini :
· berlari-lari dan memanjat-manjat secara berlebihan.
· Gelisa seecara berlebihan
· Berjalan pada saat tidur.
4. sering mengembara tanpa tujuan.
5. Terjadi sebelum usia tujuh tahun.
6. Durasi dan lamanya paling sedikit enam bulan.
7. Bukan karena schizophrenia, gangguan afektif, atau retardasimental berat.
Gangguan kekurangan tanpa hiperaktivitas (attention deficit disorder without hyperactivity) memiliki sifat yang sama dengan gangguan kekurangan perhatian dengan hiperaktivitas kecuali tidak adanya hiperaktivitas; disamping itu sifat-sifat dan gangguan-gangguan tersebut umumnya ringan.
C. Diagnostik mengatasi kesulitan belajar
Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.
Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya.
Menghadapi masalah itu, ada kecendrungan tidak semua siswa mampu memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula seseorang yang tampak seolah tidak mempunyai masalah, padahal masalah yang dihadapinya cukup berat.
Atas kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Seperti diketahui, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sekurang-kurangnya memiliki 3 fungsi utama. Pertama fungsi pengajaran, yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan dan keterampilan. Kedua, fungsi administrasi, dan ketiga fungsi pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
Setiap fungsi pendidikan itu, pada dasarnya bertanggung jawab terhadap proses pendidikan pada umumnya. Termasuk seorang guru yang berdiri di depan kelas, bertanggung jawab pula atau melekat padanya fungsi administratif dan fungsi pelayanan siswa. Hanya memang dalam pendidikan, pada dasarnya sulit memisahkan secara tegas fungsi yang satu dengan fungsi yang lainnya, meskipun pada setiap fungsi tersebut mempunyai penanggung jawab masing-masing. Dalam hal ini, guru atau pembimbing dapat membawa setiap siswa kearah perkembangan individu seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan kehidupan sosial serta tanggung jawab moral. Salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugas dan peranannya ialah kegiatan evaluasi. Dilihat dari jenisnya evaluasi ada empat, yaitu sumatif, formatif, penempatan, dan diagnostik.
1. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
2. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus - kasus yang dihadapi.
3. Tes diagnostik
Pada konteks ini, penulis akan mencoba menyoroti tes diagnostik kesulitan belajar yang kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes itu akan dapat diketahui letak kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah ditemukan, maka guru atau pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan guna menolong siswa tersebut.
Tes dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang dilaksanakannya ujian akhir nasional (UAN) dengan standar nilai 4,01, boleh jadi bagi sebagian siswa sangat berat. Pihak sekolah dalam menghadapinya.
Salah satu antisipasinya pihak sekolah atau guru, harus memberi perhatian khusus terhadap perbedaan kemampuan individual siswa tersebut. Perhatian yang dimaksud yakni dengan menyelenggarakan tes diagnostik. Jika tes itu dilaksanakan dengan efektif dan efesien, penulis yakin permasalah perbedaan kemampan siswa akan terselesaikan dengan baik.
D. Prosedur Pelaksanaan dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar
Langkah yang dapat ditempuh untuk menemukan anak bereksulitan belajar adalah dengan melakukan diagnosis, yaitu untuk menentukan jenis dan penyebab kesulitan serta alternative strategi pengajaran remedial yang efektif dan efisien. Menurut buku Akta Mengajar V (1984/1685: 40) ada enam langkah prosedur diagnosis yang perlu dilalui, yaitu (1) identifikasi, (2) lokalisasi letak kesulitan belajar, (3) lokalisasi penyebab kesulitan, (4) memperkirakan kemungkinan bantuan, (5) menentukan kemungkinan cara mengatasi kesulitan dan (6) tidak lanjut.
Burton (1952: 640-652) menggariskan prosedur diagnostic berdasarkan pada teknik dan instrument yang digunakan dalam pelaksanaannya sebagai berikut:
1.General diagnosis
Digunakan tes baku, seperti evaluasi dan pengukuran psikologis hasil belajar. Sasarannya adalah menemukan siswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
2. Analysis diagnostic
Digunakan tes diagnostic. Sasaran untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
3. Psychological diagnosis
Teknik pendekatan instrument yang digunakan antara lain:
o observasi
o analisis karya tulis
o analisis proses dan respon lisan
o analisis berbagai catatan objektif
o wawancara
o pendekatan laboratories dan klinis
o studi kasus
Sasaran kegiatan diagnosis pada langkah ini adalah ditujukan untuk memahami karakteristik dan factor penyebab kesiulitan.
Langkah-Langkah Tindakan Diagnosa Menurut C. Ross dan Julian Stanley, langkah-langkah mendiagnosis kesulitan belajar ada tiga tahap, yaitu :
1.Langkah-langkah diagnosis yang meliputi aktifitas, berupa
a. Identifikasi kasus
b. Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan
c. Menemukan faktor penyebab baik secara internal maupun eksternal
2. Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3. Langkah Terapi yaitu langkah untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain pengajaran remedial, transfer atau referal.
Sasaran dari kegiatan diagnosis pada dasarnya ditujukan untuk memahami
karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Ø Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi
Ø Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
Ø Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
Ø Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list
Ø Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.
2. Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu. Dengan membandingkan angka nilai prestasi siswa yang bersangkutan dari bidang studi yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata dari setiap bidang studi. Atau dengan melakukan analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas, ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam belajar.
3. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
4. Memperkirakan alternatif pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
Demikianlah prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar, di atas dapat dipergunakan. Namun penerapannya dalam proses konseling bisa sangat bervariasi, bahkan ada beberapa pakar yang mempunyai pandangan yang bertolak belakang atau kontradiktif. Bahkan, menurut Carl Rogers, terapi atau pertolongan yang baik tidak membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan diagnosa. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat Wiliamson, Ellis, Freud, dan Thorn yang menekankan bahwa diagnosa sebagai langkah yang perlu dipakai dalam pendekatan konseling, termasuk konseling yang menangani kesulitan dalam belajar. Bahkan ditekankan bahwa diagnosa merupakan bagian dari kegiatan konselor dalam proses konseling. Seyogyanya seorang pembimbing atau konselor perlu mengingat dan dapat bertindak bijaksana dalam mempertimbangkan kapan sebaiknya diagnosa dipergunakan atau tidak untuk menolong siswa dalam mengatasi kesulitan belajar.
E. Mengatasi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orangtua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat di sekolah dasar. Sesuai dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukan karakternya. Di masa kini anak tidak hanya belajar menghitung, membaca, atau menghafal pengetahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung jawab, skala nilai moral, skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
Masalah disiplin juga tidak kalah pentingnya. Anak-anak sejak kecil sudah harus ditanamkan disiplin. Jika, tidak sangat menentukan perkembangan karakter anak tersebut. Di dalam kebudayaan Bugis-Makassar ada istilah macanga-canga atau memandang enteng persoalan. Sering menunda-nunda jadwal belajar.
Dalam menghadapi perilaku anak seperti ini, dalalm artikel Ibu Anak disebutkan setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Namun, sebelum memperhatikan hal tersebut, orangtua hendaknya tidak mudah jatuh iba sehingga mengambil alih tugas anak. Tentu dengan tujuan meringankan agar mereka bisa mengerjakan pekerjaan rumah misalnya.
Sekali lagi orangtua tidak dianjurkan membantu anak dengan cara mengambil alih, tapi bagaimana menuntun anak agar pekerjaan rumah dikerjakan sendiri dalam situasi menyenangkan.
5. Perhatikan Mood
Untuk mengenal mood anak, seorang ibu harus mengenal karakter dan kebiasaan belajar anak. Apakah anak belajar dengan senang hati atau dalam keadaan kesal. Jika belajar dalam suasana hati yang senang, maka apa yang akan dipelajari lebih cepat ditangkap. Bila saat belajar, ia merasa kesal, coba untuk mencari tahu penyebab munculnya rasa kesal itu. Apakah karena pelajaran yang sulit atau karena konsentrasi yang pecah. Nah di sini tugas orangtua untuk menyenangkan hati si anak.
6. Siapkan Ruang Belajar
Kesulitan belajar anak bisa juga karena tempat yang tersedia tidak memadai. Karena itu, coba sediakan tempat belajar untuk anak. Jika kesulitan itu muncul karena tidak tersedianya meja, maka ajaklah anak belajar di meja makan didampingi orangtuanya. Tentu sebelum belajar meja makan harus dibersihkan lebih dahulu.
Selain itu, saat mengajari anak ini Anda bisa melakukannya dengan menularkan cara belajar yang baik. Misalnya bercerita kepada anak tentang bagaimana dahulu ibunya menyelesaikan mata pelajaran yang dianggap sulit. Biasanya anak cepat larut dengan cerita ibunya sehingga ia mencoba mencocok-cocokkan dengan apa yang dijalaninya sekarang.
7. Komunikasi
Masa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Sempatkan juga waktu dan dengarkan anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka mengajar di sekolah. Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir termasuk bagaimana guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya. Khusus soal komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak dini biasakan anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya. Adapun cara ;ain, yaitu dengan Senam Otak (Brain Gym).
Post a Comment for "Diagostik Kesulitan Belajar"
Penulis
Pendidikan
1. S1 BK (STKIPMPL)
2. S2 BK (Unnes)