Ada tujuh prinsip yang terkandung dari teori Psikologi Individual Adler, yaitu:
1. Prinsip Rasa Rendah Diri (Inferiority Principle)
Adler
meyakini bahwa manusia dilahirkan disertai dengan perasaan rendah diri.
Seketika individu menyadari eksistensinya, ia merasa rendah diri akan
perannya dalam lingkungan. Individu melihat bahwa banyak makhluk lain
yang memiliki kemampuan meraih sesuatu yang tidak dapat dilakukannya.
Perasaan rendah diri ini mencul ketika individu ingin menyaingi kekuatan
dan kemampuan orang lain. Misalnya, anak merasa diri kurang jika
dibandingkan dengan orang dewasa. Karena itu ia terdorong untuk mencapai
taraf perkembangan yang lebih tinggi. Jika telah mencapai taraf
perkembangan tertentu, maka timbul lagi rasa kurang untuk mencapai taraf
berikutnya. Demikian seterusnya, sehingga individu dengan rasa rendah
dirinya ini tampak dinamis mencapai kesempurnaan dirinya.
Berkenaan
dengan perasaan rendah diri dalam kondisi organik, Adler menciptakan
istilah masculine protest, yakni istilah yang dimaksud untuk menerangkan
perasaan rendah diri atau inferior ini dihubungkan dengan kelemahan
(weakness) dan kewanita-wanitaan (femininity). Istilah ini merupakan
suatu dinamika kepribadian manusia yang utama, karena hal ini merupakan
usaha individu dalam mencapai kondisi yang kuat dalam mengkompensasikan
perasaan rendah dirinya.
2. Prinsip Superior (Superiority Principle)
Memandang
prinsip superior terpisah dari prinsip inferior sesungguhnya keliru.
Justru kedua prinsip ini terjalin erat dan bersifat komplementer. Namun
karena sebagai prinsip, kedua istilah ini berbeda, maka pembahasannya
pun dibedakan, kendati dalam operasionalnya tak dapat dipisahkan.
Sebagai reaksi atas penekanan aspek seksualitas sebagai motivator utama
perilaku menurut Freud, Adler beranggapan bahwa manusia adalah makhluk
agresif dan harus selalu agresif bila ingin survive. Namun kemudian
dorongan agresif ini berkembang menjadi dorongan untuk mencari kekuatan
baik secara fisik maupun simbolik agar dapat survive. Demikian banyak
pasien Adler yang dipandang kurang memiliki kualitas agresif dan
dinyatakan sebagai manusia tak berdaya. Karenanya, yang diinginkan
manusia adalah kekuatan (power). Dari sini konsepnya berkembang lagi,
bahwa manusia mengharapkan untuk bisa mencapai kesempurnaan (superior).
Dorongan superior ini sangat bersifat universal dan tak mengenal batas
waktu. Bagi Adler tak ada pemisahan antara drive dan need seperti yang
diungkapkan oleh Murray. Bagi Adler hanya ada satu dorongan, yakni
dorongan untuk superior sebagai usaha untuk meninggalkan perasaan rendah
diri. Namun perlu dicatat bahwa superior disini bukanlah kekuatan
melebihi orang lain, melainkan usaha untuk mencapai keadaan superior
dalam diri dan tidak selalu harus berkompetisi dengan orang lain.
Superioritas yang dimaksud adalah superior atas diri sendiri. Jadi daya
penggerak yang utama dalam hidup manusia adalah dinamika yang
mengungkapkan sebab individu berperilaku, yakni dorongan untuk mencapai
superior atau kesempurnaan.
3. Prinsip Gaya Hidup (Style of Life Principle)
Usaha
individu untuk mencapai superioritas atau kesempurnaan yang diharapkan,
memerlukan cara tertentu. Adler menyebutkan hal ini sebagai gaya hidup
(Style of Life). Gaya hidup yang diikuti individu adalah kombinasi dari
dua hal, yakni dorongan dari dalam diri (the inner self driven) yang
mengatur arah perilaku, dan dorongan dari lingkungan yang mungkin dapat
menambah, atau menghambat arah dorongan dari dalam tadi. Dari dua
dorongan itu, yang terpenting adalah dorongan dalam diri (inner self)
itu. Bahwa karena peranan dalam diri ini, suatu peristiwa yang sama
dapat ditafsirkan berbeda oleh dua orang manusia yang mengalaminya.
Dengan adanya dorongan dalam diri ini, manusia dapat menafsirkan
kekuatan-kekuatan di luar dirinya, bahkan memiliki kapasitas untuk
menghindari atau menyerangnya. Bagi Adler, manusia mempunyai kekuatan
yang cukup, sekalipun tidak sepenuhnya bebas, untuk mengatur
kehidupannya sendiri secara wajar. Jadi dalam hal ini Adler tidak
menerima pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah produk dari
lingkungan sepenuhnya. Menurut Adler, justru jauh lebih banyak hal-hal
yang muncul dan berkembang dalam diri manusia yang mempengaruhi gaya
hidupnya. Gaya hidup manusia tidak ada yang identik sama, sekalipun pada
orang kembar. Sekurang-kurangnya ada dua kekuatan yang dituntut untuk
menunjukkan gaya hidup seseorang yang unik, yakni kekuatan dari dalam
diri yang dibawa sejak lahir dan kekuatan yang datang dari lingkungan
yang dimasuki individu tersebut. Dengan adanya perbedaan lingkungan dan
pembawaan, maka tidak ada manusia yang berperilaku dalam cara yang sama.
Gaya
hidup seseorang sering menentukan kualitas tafsiran yang bersifat
tunggal atas semua pengalaman yang dijumpai manusia. Misalnya, individu
yang gaya hidupnya berkisar pada perasaan diabaikan (feeling of neglect)
dan perasaan tak disenangi (being unloved) menafsirkan semua
pengalamannya dari cara pandang tersebut. Misalnya ia merasa bahwa semua
orang yang ingin mengadakan kontak komunikasi dipandangnya sebagai
usaha untuk menggantikan perasaan tak disayangi tersebut. Gaya hidup
seseorang telah terbentuk pada usia tiga sampai lima tahun. Gaya hidup
yang sudah terbentuk tak dapat diubah lagi, meskipun cara
pengekspresiannya dapat berubah. Jadi gaya hidup itu tetap atau konstan
dalam diri manusia. Apa yang berubah hanya cara untuk mencapai tujuan
dan kriteria tafsiran yang digunakan untuk memuaskan gaya hidup.
Misalnya, bagi anak yang merasa memiliki gaya hidup tidak disayangi,
adalah lebih baik praktis untuk membentuk tujuan semu bahwa kasih sayang
baginya tidak begitu penting dibandingkan dengan usaha meyakinkan bahwa
tidak dicintai pada masa lalu tidak penting baginya, dan bahwa
meyakinkan kemungkinan untuk dicintai pada masa yang akan datang
diharapkan dapat memperbaiki peristiwa masa lampau. Perubahan gaya hidup
meskipun mungkin dapat dilakukan, akan tetapi kemungkinannya sangat
sukar, karena beberapa pertimbangan emosi, energi, dan pertumbuhan gaya
hidup itu sendiri yang mungkin keliru. Karenannya jauh lebih mudah
melanjutkan gaya hidup yang telah ada dari pada mengubahnya.
4. Prinsip Diri Kreatif (Creative Self Principle)
Diri
yang kreatif adalah faktor yang sangat penting dalam kepribadian
individu, sebab hal ini dipandang sebagai penggerak utama, sebab pertama
bagi semua tingkah laku. Dengan prinsip ini Adler ingin menjelaskan
bahwa manusia adalah seniman bagi dirinya. Ia lebih dari sekedar produk
lingkungan atau makhluk yang memiliki pembawaan khusus. Ia adalah yang
menafsirkan kehidupannya. Individu menciptakan struktur pembawaan,
menafsirkan kesan yang diterima dari lingkungan kehidupannya, mencari
pengalaman yang baru untuk memenuhi keinginan untuk superior, dan meramu
semua itu sehingga tercipta diri yang berbeda dari orang lain, yang
mempunyai gaya hidup sendiri, namun
diri kreatif ini adalah tahapan di luar gaya hidup. Gaya hidup bersifat
mekanis dan kreatif, sedangkan diri kreatif lebih dari itu. Ia asli,
membuat sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya, yakni
kepribadian yang baru. Individu mencipta dirinya.
5. Prinsip Diri yang Sadar (Conscious Self Principle)
Kesadaran
menurut Adler, adalah inti kepribadian individu. Meskipun tidak secara
eksplisit Adler mengatakan bahwa ia yakin akan kesadaran, namun secara
eksplisit terkandung dalam setiap karyanya. Adler merasa bahwa manusia
menyadari segala hal yang dilakukannya setiap hari, dan ia dapat
menilainya sendiri. Meskipun kadang-kadang individu tak dapat hadir pada
peristiwa tertentu yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu, tidak
berarti Adler mengabaikan kekuatan-kekuatan yang tersembunyi yang
ditekannya. Manusia dengan tipe otak yang dimilikinya dapat menampilkan
banyak proses mental dalam satu waktu. Hal-hal yang tidak tertangkap
oleh kesadarannya pada suatu saat tertentu tak akan diperhatikan dan
diingat oleh individu. Ingatan adalah fungsi jiwa, yang tidak bekerja
secara efisien. Keadaan tidak efisien ini adalah akibat kondisi yang
tidak sempurna pada organ tubuh, khususnya otak. Adler tidak menerima
konsep ambang sadar dan alam tak sadar (preconsious dan uncounsious)
Freud. Hal ini dianggap sebagai mistik. Ia merasa bahwa manusia sangat
sadar benar dengan apa yang dilakukannya, apa yang dicapainya, dan ia
dapat merencanakan dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan yang
dipilihnya secara sadar.
6. Prinsip Tujuan Semu (Fictional Goals Principle)
Meskipun
Adler mangakui bahwa masa lalu adalah penting, namun ia mengganggap
bahwa yang terpenting adalah masa depan. Yang terpenting bukan apa yang
telah individu lakukan, melainkan apa yang akan individu lakukan dengan
diri kreatifnya itu pada saat tertentu. Dikatakannya, tujuan akhir
manusia akan dapat menerangkan perilaku manusia itu sendiri. Misalkan,
seorang mahasiswa yang akan masuk perguruan tinggi bukanlah didukung
oleh prestasinya ketika di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah,
melainkan tujuannya mencapai gelar tersebut. Usaha
mengikuti setiap tingkat pendidikan adalah bentuk tujuan semunya, sebab
kedua hal tidak menunjukkan sesuatu yang nyata, melainkan hanya
perangkat semu yang menyajikan tujuan yang lebih besar dari
tujuan-tujuan yang lebih jauh pada masa datang.
Dengan
kata lain, tujuan yang dirumuskan individu adalah semua karena dibuat
amat ideal untuk diperjuangkan sehingga mungkin saja tidak dapat
direalisasikan. Tujuan fiksional atau semu ini tak dapat dipisahkan dari
gaya hidup dan diri kreatif. Manusia bergerak ke arah superioritas
melalui gaya hidup dan diri kreatifnya yang berawal dari perasaan rendah
diri dan selalu ditarik oleh tujuan semu tadi. Tujuan semu yang
dimaksud oleh Adler ialah pelaksanaan kekuatan-kekuatan tingkah laku
manusia. Melalui diri keratifnya manusia dapat membuat tujuan semu dari
kemampuan yang nyata ada dan pengalaman pribadinya. Kepribadian manusia
sepenuhnya sadar akan tujuan semu dan selanjutnya menafsirkan apa yang
terjadi sehari-hari dalam hidupnya dalam kaitannya dengan tujuan semu
tersebut.
7. Prinsip Minat Sosial (Sosial Interest Principle)
Setelah
melampaui proses evolusi tentang dorongan utama perilaku individu,
Adler menyatakan pula bahwa manusia memiliki minat sosial. Bahwa manusia
dilahirkan dikaruniai minat sosial yang bersifat universal. Kebutuhan
ini terwujud dalam komunikasi dengan orang lain, yang pada masa bayi
mulai berkembang melalui komunikasi anak dengan orang tua. Dimulai pada
lingkungan keluarga, kemudian pada usia 4-5 tahun dilanjutkan pada
lingkungan pendidikan dasar dimana anak mulai mengidentifikasi kelompok
sosialnya. Individu diarahkan untuk memelihara dan memperkuat perasaan
minat sosialnya ini dan meningkatkan kepedulian pada orang lain. Melalui
empati, individu dapat belajar apa yang dirasakan orang lain sebagai
kelemahannya dan mencoba memberi bantuan kepadanya. Individu juga
belajar untuk melatih munculnya perasaan superior sehingga jika saatnya
tiba, ia dapat mengendalikannya. Proses-proses ini akan dapat memperkaya
perasaan superior dan memperkuat minat sosial yang mulai
dikembangkannya. Dikarenakan manusia tidak sepenuhnya dapat mencapai
superioritas, individu tetap memiliki perasaan ketidakmampuan. Namun
individupun yakin bahwa masyarakat yang kuat dan sempurna akan dapat
membantunya mencapai pemenuhan perasaan superior. Gaya hidup dan diri
kreatif melebur dalam prinsip minat sosial yang pada akhirnya terwujud
tingkah laku yang ditampilkan secara keseluruhan.
Pustaka :
Corey, Gerald. 1990. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. California: CPC Pacific Grve.
Post a Comment for "Prinsip-prinsip Teori Adler (psikologi individu)"
Penulis
Pendidikan
1. S1 BK (STKIPMPL)
2. S2 BK (Unnes)