Secara garus besar, ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas empiris.
1) Validitas Logis
1) Validitas Logis
Istilah “validitas logis” mengandung kata “logis” berasal dari kata “logika”, yang berarti penalaran. Dengan makna demikian, maka validitas logis untuk sebuah instrumen menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Sebagaimana pelaksanaan tugas lain misalnya membuat sebuah karangan, jika pelaksanaan tugas lain, misalnya membuat sebuah karangan, jika penulis sudah mengikuti aturan mengarang, tentu secara logis karangannya sudah baik. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka instrumen yang sudah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen, secara logis sudah valid. Dari penjelasan tersebut, kita dapat memahami bahwa validitas logis dapat dicapai apabila instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa validitas logis tidak perlu diuji kondisinya tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut selelsai disusun.
Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen, yaitu: validitas isi dan validitas konstrak (construct validity). Validitas isi bagi sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi. Selanjutnya validitas konstrak sebuah instrumen menunuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan konstrak – aspek-aspek kejiwaan – yang seharusnya dievaluasi. Penjelasan lebih jauh tentang kedua jenis validitas logis ini akan diberikan berturut-turut dalam membahas jenis-jenis validitas instrumen nanti.
2) Validitas Empiris
2) Validitas Empiris
Istilah “validitas empiris” memuat kata “empiris” yang artinya “pengalaman”. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Sebagai contoh sehari-hari, seseorang dapat diakui jujur oleh masyarakat apabila dalam pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Contoh lain, seseorang dapat dikatakan kreatif apabila dari pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut sudah banyak menghasilkan ide-ide baru yang diakui berbeda dari hal-hal yang sudah ada. Dari penjelasan dan contoh-contoh tersebut diketahui baha validitas empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan melalui pengalaman.
Ada dua macam validitas empiris, yakni ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengui bahwa sebuah instrumen memang valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi instrumen yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah ukuran. Kriterium yang digunakan sebagai pembanding kondisi instrumen dimaksud ada dua, yaitu: yang sudah tersedia dan yang belum ada tetapi akan terjadi di waktu yang akan datang. Bagi instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang sudah tersedia, yang sudah ada, disebut memiliki validitas “ada sekarang, yang dalam istilah bahasa Inggris disebut memiliki concurrent validity. Selanjutnya instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang diramalkan akan terjadi, disebut memiliki validitas ramalan atau validitas prediksi, yang dalam istilah bahasa Inggris disebut memiliki predictive validity.
Dari uraian adanya dua jenis validitas, yakni validitas logis yang ada dua macam, dan validitas empiris, yang juga ada dua macam, maka secara keseluruhan kita mengenal adanya empat validitas, yaitu:
a) Validitas isi (content validity), berkenaan dengan isi dan format dari instrumen. Apakah instrumen tepat mengukur hal yang ingin diukur. Apakah pemilihan format instrumen cocok untuk mengukur segi tersebut?
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujkuan khusus tertenu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum, maka validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara memperinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujkuan khusus tertenu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum, maka validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara memperinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
b) Validitas konstruk (construct validity), berkenaan dengan konstruk atau struktur dan karakteristik psikologis aspek yang akan diukur dengan instrumen. Apakah konstruk tersebut dapat menjelaskan perbedaan kegiatan atau perilaku individu berkenaan dengan aspek yang diukur.
Validitas tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir. Dengan kata lain jika butir-butir soal mengukur aspek berpikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berpikir yang menjadi tujuan instruksional.
Konstruksi, dalam pengertian ini bukanlah “susunan” seperti yang sering dijumpai dalam teknik. Tetapi merupakan rekaan psikologis, yaitu suatu rekaan yang dibuat oleh para ahli ilmu jiwa yang dengan suatu cata tertentu “memperinci” isi jiwa atas beberapa aspek, seperti: ingatan (pengetahuan), pemahaman, aplikasi dan seterusnya, dalam hal ini, mereka menganggap seolah-olah jiwa dapat dibagi-bagi. Tetapi sebenarnya tidak demikian. Pembagian ini hanya merupakan tindakan sementara untuk mempermudah mempelajari.
Validitas konstruksi dapat diketahui dengan cara memperinci dan memasangkan setiap butir soal dengan setiap aspek dalam suatu instrumen. Pengerjaannya dilakukan berdasarkan logika, bukan pengalam.
Validitas konstruksi dapat diketahui dengan cara memperinci dan memasangkan setiap butir soal dengan setiap aspek dalam suatu instrumen. Pengerjaannya dilakukan berdasarkan logika, bukan pengalam.
c) Validitas “ada sekarang” (concurrent validity), yang dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris, jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika ada istilah “sesuai” tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini hasil tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau, sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada sekarang, concurrent).Dalam membandungkan hasil sebuah tes, maka diperlukan suatu kriterium atau alat banding. Maka hasil tes merupakan sesuatu yang dibandingkan.
d) Validitas prediksi (predictive validity). Memprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang akan datang, jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan, apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Post a Comment for "Macam-macam Validitas (dalam Testing konseling)"
Penulis
Pendidikan
1. S1 BK (STKIPMPL)
2. S2 BK (Unnes)