Validitas dalam Testing Konseling

Dalam kegiatan penelitian, untuk memperoleh data yang berasal dari lapangan, seorang peneliti biasanya menggunakan instrumen yang baik dan mampu mengambil informasi dari objek atau subjek yang diteliti. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang peneliti dapat membuat instrumen tersebut. Di samping itu, mereka juga dapat menggunakan instrumen yang telah ada, yang telah dimodifikasi agar memnuhi persyaratan yang baik bagi suatu instrumen. Di bidang pendidikan dan tingkah laku, instrumen penelitian pada umumnya perlu mempunyai dua syarat penting, yaitu valid dan reliabel.

Instrumen dapat dianalogikan sebagai ujung tombak untuk membidik data dalam sebuah penelitian. Melalui instrumenlah akhirnya terkumpul data yang nantinya diolah menjadi sebuah informasi hasil penelitian. Untuk itulah, perlu kiranya memilih dan merumuskan instrumen secara tepat. Hal ini sejalan dengan ungkapan “garbage tool garbage result”.  Jadi, pada dasarnya salah satu hal yang mempengaruhi hasil penelitian terletak pada instrumennya. Semakin baik konstruksi sebuah instrumen, maka semakin baik pula data yang berhasil dijaring, begitu pula sebaliknya.

Para ahli psikometri telah menetapkan kriteria bagi setiap alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik, yaitu mampu memberikan informasi yang dapat dipercaya. Kriteria termaksud antara lain adalah reliabel, valid, standar, ekonomis dan praktis.

Sifat reliabel dan valid diperlihatkan oleh tingginya relibilitas dan validitas hasil ukur suatu tes. Suatu instrumen ukur yang tidak reliabel atau tidak valid akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes itu. Apabila informasi yang keliru itu dengan sadar atau tidak dengan sadar kita gunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan maka tentulah kesimpulan dan keputusan itu tidak akan merupakan kesimpulan atau keputusan yang tepat.

Keputusan yang tidak tepat, terkadang tidak begitu terasa akibat buruknya, akan tetapi lebih sering menimbulkan akibat-akibat yang parah. Haruslah diingat, bahwa subyek pengukuran psikologi adalah manusia. Nasib manusia seringkali ikut ditentukan oleh hasil tes dan pengukuran yang dikenakan padanya. Keputusan yang keliru, yang disebabkan informasi dari tes yang tidak reliabel atau tidak valid, terkadang akibatnya tidak lagi dapat diperbaiki seusia hidup. Seorang calon pelamar pekerjaan dapat ditolak oleh pihak perusahaan berdasarkan hasil tes psikologis. Jika tes yang dijadikan dasar penolakannya itu ternyata tes yang tidak reliabel dan tidak valid, bukan saja pelamar yang bersangkutan yang dirugikan, tetapi juga perusahaan yang menolak sangat mungkin kehilangan calon karyaan yang potensial. Kasus sisa yang salah memilih jurusan studi di perguruan tinggi juga menjadi contoh akibat keputusan yang didasarkan oleh informasi dari tes yang tidak valid.

Guna mengungkap aspek-aspek atau variabel-variabel yang ingin kita teliti itu diperlukan alat ukur, berupa skala atau tes, yang reliabel dan valid agar kesimpulan penelitian nantinya tidak keliru dan tidak memberikan gamabara yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya. Bila variabel penelitian termaksud diungkap oleh alat ukur yang reliabilitas dan validitasnya belum teruji tentu kesimpulan penelitian kita tidak sepenuhnya dapat dipercaya. Kalau ada orang lain yang percaya begitu saja akan hasil penelitian seperti itu tanpa memperhatikan apakah datanya diperoleh dengan menggunakan alat ukur yang baik atau tidak, maka orang tersebut akan mendapat informasi yang menyesatkan. Pada gilirannya kemudian sangat mungkin ia akan mengkomunikasikan hasil penelitian itu pada oranhg lain lagi yang berarti menyebarluaskan hasil yang tidak benar pula. Di sinilah pentingnya masalah reliabilitas dan validitas pengukuran.

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti seauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukut yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.

Terkandung di sini, pengertian bahwa valid, tidak validnya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujkuan pengukuran yang dimaksudkan untuk mengukur atribu “A” dan kemudian memang menghasilkan informasi mengenai atribut “A”, dikatakan sebagai alat ukur yng memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksud untuk mengukur atribut “A” akan tetapi menghasilkan data mengenai atribut “A” atau bahkan “B” dikatakan sebagai alat ukut yang memiliki validitas rendah untuk mengukur atribut “A” walaupun tinggi validitasnya untuk mengukur atribut “A” atau “B”.

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukutan. Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subyek yang satu dengan yang lain.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, pengertian validitas sangat erat berkaitan dengan masalah tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan spesifik. Dengan demikian predikat valid seperti dinyatakan dalam kalimat “tes ini valid” adalah kurang lengkap. Pernyataan valid harus diikuti oleh keterangan yang menunkuk kepada tujuan ukut, yaitu valid untuk mengukur apa. Lebih jauh, keterangan itu harus menunjuk kepada pengertia valid bagi kelompok subjek yang mana, sehingga suatu pernyataan valid yang lengkap dapat diilustrasikan oleh kalimat “Tes ini valid untuk mengukur IQ orang Indonesia dewasa”.

Dengan demikian, jelaslah mengapa suatu alat ukur yang dikatakan sebagai valid guna pengambilan suatu keputusan dapat saja sangat tidak berguna dalam pengambilan keputusan lain dan bagi kelompok subyek yang lain. Validitas instrumen menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur.

Beberapa karakteristik dari validitas:
  1. Validitas sebenarnya menunjuk kepada hasil dari penggunaan instrumen tersebut bukan pada instrumennya. Suatu instrumen dikatakan valid atau memiliki validitas bila instrumen tersebut benar-benar mengukut aspek atau segi yang akan diukur. Sesuatu tes benar-benar mengukur penghayatan nilai kejujuran, kebangsaan dan bukan mengukur pengetahuan tentang nilai-nilai tersebut. Suatu skala benar-benar mengukur sikap terhadap pembharuan, bukan pengetahuan tentang pembaharuan, dan sebagainya.
  2. Validitas menunjukkan suatu derajat atau tingkatan, validitasnya tinggi, sedang atau rendah, bukan valid atau tidak valid.
  3. Validitas instrumen juga memilii spesifikasi tidak berlaku umum. Suatu tes matematika menunjukkan validitas tinggi untuk menghitung keterampilan menghitung, tetapi hanya sedang dalam mengukur kemampuan berpikir matematis, bahkan rendah dalam memprediksi keberhasilan dalam matematika untuk yang akan datang.
Scarvia B. Anderson (dalam Arikutno, 2009: 64) menyebutkan:
“A test is valid if measures what it purpose to measue”
“Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.

Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris (empirical validity). Dua hal inilah yang dijadikan dasar pengelompokkan validitas tes.

bersambung..

lanjutannya berjudul "Macam-macam Validitas"

Post a Comment for "Validitas dalam Testing Konseling"