Latar Belakang BK Islami

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern, kehadiran Bimbingan dan Konseling Islami telah menjadi mainstream baru dalam perkembangan keilmuan Bimbigan dan Konseling dewasa ini. Posisi Bimbingan dan Konseling Islami tidak saja bernilai The Indigenous counseling, tetapi juga dianggap sebagai ilmu bimbingan dan konseling alternatif yang menelusuri alam syahadah (empirik) dan alam ghaib (meta-empirik), atau bisa dikatakan memasuki alam dunia dan akhirat. Paling tidak, untuk alasan terakhir inilah, Bimbingan dan konseling Islam itu eksis serta diharapkan banyak dalam membentuk kepribadian manusia sempurna yang tidak ditemukan pada mazhab Bimbingan dan konseling yang lain.

Bimbingan dan Konseling Islami menempatkan Al Qur’an sebagai posisi sentral dalam menapaki dunia konseling. Kisah al Qur’an merupakan cerita terbaik, paling lengkap dan paling indah, sebagaimana firman-Nya
“Kami ceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Qur’an ini kepadamu” (dalam Qs Yusuf : 3)
Didalam cerita tersebut terdapat hikmah, teladan dan hokum bagi permasalahan umat manusia di muka bumi ini. Kebenaran dan keterujian dari Al Qur’an begitu terjaga, karena Alloh telah menjamin untuk menjaga kitab-Nya :
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (dalam Qs Al-Hijr : 9)

Penjagaan tersebut terwujud pada penjagaan sunnah Nabawiyah sebagai akibat penjagaan dari Al Qur’an. Sebab Assunnah itu melengkapi, menjabarkan, menafsirkan dan menjelaskan Al Qur’an. Maka tampaklah jelas bahwa kebenaran akan ilmu atau hokum dari Al Qur’an akan tetap terjaga hingga umat manusia itu ada.

1.        Keterbatasan Konsep Dasar
Masalah konsep dasar tentang “hakekat manusia” adalag masalah yang sangat principal dalam “Sistem bimbingan dan konseling”, sebab dari konsep dasar itulah ditarik segala sesuatu yang berkaitan dengan pemaknaan konsep dasar tersebut dalam praktek; utamanya dalam (a) Menetapkan tujuan konseling, (b) memperlakukan klien, (c) Menjalin hubungan antara konseli dengan konselor, (d) Menetapkan prosedur dan teknik, dan (e) Menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan etis.
Teori-teori dalam konseling yang berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dari manusia tidaklah memiliki kebenaran secara mutlak. Masih terdapat beberapa kekurangan-kekurangan yang menuntut kita untuk mengeksplorasi dari pendapat para ahli dari aliran-aliran dalam pendekatan konseling. Karena masing-masing pendekatan tersebut dibangun di atas konsep dasar tentang “Hakekat manusia” yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing aliran, tetapi sejumlah konsep dasar tersebut dinilai oleh Corey, Djamaluddin Ancok dan M.D Dahlan dalam (Anwar Sutoyo, 2009) mengandung Sejumlah kekurangan yang perlu disempurnakan.
Aliran Psikoanalitik dinilai Corey dan M.D Dahlan (dalam Anwar Sutoyo, 2009:2) terlalu pesimistik, deterministic dan reduksionistik. Segala perilaku manusia, bahkan perilaku religious dipandang sebagai sublimasi dari dorongan-dorongan yang tidak disadari. Disamping itu, teori ini terlalu menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan hidup manusia, dan terlalu pesimisme dalam setiap upaya pengembangan diri manusia.
Aliran Behaviorisme dinilai M.D Dahlan (dalam Anwar Sutoyo, 2009 : 2) terlalu deterministic yang memandang manusia tidak lebih sebgai “hewan sirkus” yang bisa dilatih sesuai kehendak pelatihnya, aliran ini dinilai terlalu berani menganalogikan perilaku dan hakekat manusia dengan dunia hewan seperti anjing, kucing dan kera yang hasil uji cobanya langsung bisa diterapkan dalam memperlakukan manusia. Djamaludin Ancok (dalam Anwar Sutoyo, 2009 : 2) menilai aliran ini memberi penekanan  yang terlalu berlebih pada aspek stimulasi lingkungan dalam mengembangkan manusia, kurang menghargai faktor bakat atau potensi alami manusia, dan kurang menghargai adanya perbedaan individual, sementara perbedaan individual adalah suatu kenyataan.
Aliran Humanistik dinilai Djamaludin Ancok (dalam, Anwar Sutoyo, 2009 : 3) terlalu optimistic terhadap pengembangan sumber daya manusia, sehingga manusia dipandang sebagai penentu tunggal yang mampu melakukan “play-God” (peran Tuhan). M.D Dahlan (dalam Anwar Sutoyo, 2009 : 3) menilai aliran ini terlalu mendewakan manusia, terlalu optimistis dan penuh harapan terhadap kemampuan manusia, manusia dipandang memiliki kemampuan berbuat sendiri di bumi ini dan menentukan tujuannya sendiri.
Itulah beberapa kerancuan dari pendekatan konseling yang selama ini telah berkembang dengan pesat dalam dunia pendidikan di Indonesia. Teori-teori tersebut yang dihasilkan melalui pola fikir aqliyah dan teori-teori ilmiah yang dihasilkan oleh pola fikir sains. Berdasarkan asumsi dan anggapan yang rancu ini mereka menganggap teori tersebut sebagai suatu ilmu, dan ide-ide yang dihasilkannya mereka anggap sebagai pemikiran ilmiah. Teori-teori tersebut dinilai Anwar sutoyo (2009, 3) lebih mendasarkan pada acuan filsafat dan sains, sehingga hasilnya menunjukkan kecenderungan ke spekulatif dan tentatif. .-- bersambung--


Merupakan review penulis blog (Syahmi), sebagai prasyarat Mata Kuliah "BK Islami" yang diampu oleh
Dr. Anwar Sutoyo, M.Pd (Kaprodi Pascasarjana UNNES)

Sumber :
1. Al Qur'an
2. Sutoyo Anwar. (2009). Bimbingan dan Konseling Islami. Semarang : CV. Widya Karya

Post a Comment for "Latar Belakang BK Islami"