RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL

Tugas Mata Kuliah : Wawasan Bimbingan dan Konseling 
Oleh : Dony Apriatama, Emmy Ardiwinata
Dosen Pengampu : Dr. Imam Tadjri, M. Pd
Prodi : Bimbingan dan Konseling
Program : Pascasarjana Universitas Negeri Semarang 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Secara yuridis keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No.20/2003, pasal 1 ayat 6). Namun pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara kualifikasi tenaga kependidikan satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting pelayanan spesifik yang satu sama lain mengandung keunikan dan perbedaan.
Jika didalam Permendiknas No. 23/2006 dirumuskan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah kompetensi kemandirian untuk mewujudkan diri dan pengembangan kapasitasnmya yang dapat mendukung pencapaian kompetensi lulusan. Dalam hal ini kerjasama antara konselor dengan guru merupakan suatu keharusan.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) sebagaiorganisasi profesi berupaya melakukan penataan dan pengembangan profesi serta pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal secara sistematis dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan, standar, ekspektasi kinerja yang diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah.

1.2     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, masalah yang akan dibahas berhubungan dengan profesi konselor di dalam jalur pendidikan formal, maka rumusan masalah yaitu :
1.2.1    Bagaimana konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dalam jalur pendidikan formal ?
1.2.2    Bagiamana urgensi bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal ?
1.2.3    Bagaimana penyelenggaraan manajemen bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal ?
1.2.4    Apa saja yang dibutuhkan dalam sarana dan pembiayaan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal ?

1.3         Batasan masalah
Untuk lebih menfokuskan pembahasan pada pokok permasalahan maka penulis memberi batasan sebagai berikut :
1.3.1    Konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dalam jalur pendidikan formal.
1.3.2    Urgensi bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.
1.3.3    Penyelengaraan manajemen bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.
1.3.4        Sarana dan pembiayaan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.

1.4      Tujuan Makalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah yang penulis
lakukan adalah :
1.4.1    Untuk mengetahui konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dalam jalur pendidikan formal.
1.4.2    Untuk mengetahui urgensi bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.
1.4.3    Untuk mengetahui penyelengaraan manajemen bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.
1.4.4    Untuk mengetahui yang dibutuhkan dalam sarana dan pembiayaan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.

1.5      Manfaat Makalah
Dari pembuatan makalah ini, bisa diambil manfaat yaitu :
         Mahasiswa pasca sarjana BK UNNES lebih memahami tentang konteks tugas, ekspektasi kinerja konselor, urgensi bimbingan dan konseling, manajemen bimbingan dan konseling, dan sarana serta pembiayaan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Ekspektasi Kinerja Konselor
2.1.1 Ekspektasi Kinerja Koselor Dikaitkan Dengan Jenjang Pendidikan
Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, namun perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan layanan Bimbingan dan Konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan. Di pihak lain, perbedaan yang lebih signifikan, juga nampak pada pada sisi pengaturan birokratik, seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebahagian besar tugas Konselor ditangani langsung oleh Guru Kelas Taman Kanak-kanak. Sedangkan di jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada permasalahan yang memerlukan penanganan oleh Konselor, namun cakupan pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya posisi struktural Konselor di tiap Sekolah Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang Sekolah Menengah. Berikut ini, digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja Konselor di tiap jenjang pendidikan.
1.      Jenjang Taman Kanak-kanak. Di jenjang Taman Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi Konselor. Pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental.
2.      Jenjang Sekolah Dasar. Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar pun juga tidak ditemukan posisi struktural untuk Konselor. Namun demikian, sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik usia Sekolah Dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada, meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja Konselor di jenjang Sekolah Menengah dan jenjang perguruan tinggi.
3.      Jenjang Sekolah Menengah. Peran konselor, sebagai salah satu komponenstudent support services, adalah men-support perkembangan aspek-aspek pribadi-sosial, karier, dan akademik siswa, melalui pengembangan menu program bimbingan dan konseling, pembantuan kepada siswa dalam individual student planning, pemberian layanan responsive, serta pengembangan system support. Pada jenjang ini, konselor menjalankan semua fungsi bimbingan dan konseling, yang meliputi fungsi preventif, developmental, maupun fungsi kuratif.
4.      Jenjang Perguruan Tinggi. Meskipun secara struktural posisi konselor perguruan tinggi belum tercantum dalam sistem pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling dalam rangka men”support” perkembangan personal, sosial, akademik, dan karier mahasiswa dibutuhkanpada pemberian bantuan dalamindividual student career planning dan penyelenggaraan responsive services.

2.1.2        Keunikan dan Keterkaitan Tugas Guru dan Konselor
Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru, konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja, sementara itu masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara konselor dengan guru, antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal). Dalam pengembangan dan proses pembelajaran bermutu, fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian  guru, dan sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian konselor.

2.2      Paradigma Bimbingan dan Konseling
2.2.1Hakikat Dan Urgensi Bimbingan Dan Konseling
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol, pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba.
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa  tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling).
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

2.2.2        Posisi Pengembangan Diri Dalam Bimbingan dsan Konseling
Pengembangan diri sebagaimana dimaksud dalam KTSP merupakan wilayah komplementer antara guru dan konselor. Penjelasan tentang pengembangan diri yang tertulis dalam struktur kurikulum dijelaskan bahwa :
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap konseli sesuai dengan kondisi Sekolah/Madrasah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Dari penjelasan yang disebutkan itu ada beberapa hal yang perlu memperoleh penegasan dan reposisi terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal, sehingga dapat menghindari kerancuan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.
1.        Pengembangan diri bukan sebagai mata pelajaran, mengandung arti bahwa bentuk, rancangan, dan metode pengembangan diri tidak dilaksanakan sebagai sebuah adegan mengajar seperti layaknya pembelajaran bidang studi. Namun, manakala masuk ke dalam pelayanan pengembangan minat dan bakat tak dapat dihindari akan terkait dengan substansi bidang studi dan/atau bahan ajar yang relevan dengan bakat dan minat konseli dan disitu adegan pembelajaran akan terjadi. Ini berarti bahwa pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor.
2.        Pelayanan pengembangan diri dalam bentuk ekstra kurikuler mengandung arti bahwa di dalamnya akan terjadi diversifikasi program berbasis minat dan bakat yang memerlukan pelayanan pembina khusus sesuai dengan keahliannya.
3.        Kedua hal di atas menunjukkan bahwa pengembangan diri bukan substitusi atau pengganti pelayanan bimbingan dan konseling, melainkan di dalamnya mengandung sebagiandari pelayanan (dasar, responsif, perencanaan individual) bimbingan dan konseling yang harus diperankan oleh konselor.
Telaahan di atas menegaskan bahwa bimbingan dan konseling tetap sebagai bagian yang terintegrasi dari sistem pendidikan (khususnya jalur pendidikan formal). Pelayanan pengembangan diri yang terkandung dalam KTSP merupakan bagian dari kurikulum.
Dapat ditegaskan di sini bahwa KTSP adalah salah satu subsistem pendidikan formal yang harus bersinergi dengan komponen/subsitem lain yaitu manajemen dan bimbingan dan konseling dalam upaya memfasilitasi konseli mencapai perkembangan optimum yang diwujudkan dalam ukuran pencapaian standar kompetensi.

2.2.3        Tujuan Bimbingan dan Konseling
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
1.    Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah sebagai berikut.
a)        Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b)        Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
c)        Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah).
d)       Memiliki pemahaman dan penerimaan diri baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
e)        Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
f)         Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.
g)        Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain.
h)        Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
i)          Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
j)          Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
k)        Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2.        Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut :
a)      Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
b)      Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif.
c)      Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
d)     Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif.
e)      Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan.Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3.         Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah sebagai berikut.
a)      Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
b)      Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
c)      Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
d)     Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
e)      Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
f)       Memiliki kemampuan merencanakan masa depan.
g)      Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir.
h)      Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

2.2.4        Fungsi Bimbingan dan Konseling
1.      Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
2.      Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli
3.      Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan kostruktif.
4.      Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
5.      Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksanaan pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli.
6.      Fungsi Pencegahan (Preventif), yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli.
7.      Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak).
8.      Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching. 
9.      Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri.
10.  Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.

2.2.5        Prinsip Bimbingan dan Konseling
1.      Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif) dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2.      Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok. 
3.      Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang. 
4.      Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing.
5.      Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan.
6.      Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

2.2.6        Asas Bimbingan dan Konseling
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut :
1.      Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain.
2.      Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.      Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan.
4.      Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5.      Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
6.      Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang.
7.      Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.      Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu.Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9.      Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut. 
10.  Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
11.  Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.

2.2.7        Komponen Program Bimbingan dan Konseling
1.    Pelayanan Dasar
a)    Pengertian
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.
b)   Tujuan
Tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial, budaya, dan agama); (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya; (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya; dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
c)    Fokus Pengembangan
Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Semua ini berkaitan dengan upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian, antara lain mencakup pengembangan: (a) sel-esteem; (b) motivasi berprestasi; (c) keterampilan pengambilan keputusan; (d) keterampilan pemecahan masalah; (e) keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi; (f) penyadaran keragaman budaya; dan (g) perilaku bertanggung jawab.
2.    Pelayanan responsif
a)    Pengertian
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan.
b)   Tujuan
Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu.
c)    Fokus Pengembangan
Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Masalah lainnya adalah berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan menggangu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
3.    Pelayanan Perencanaan Individual
a)         Pengertian
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan desempatan yang tersedia di lingkungannya.
b)        Tujuan
Melalui pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan dapat:
1)   Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakatnya.
2)   Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuan dirinya.
3)   Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.
4)   Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
c)    Fokus Pengembangan
Secara rinci cakup fokus tersebut meliputi: (1) akademik, meliputi: memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (2) karier, meliputi: mengeksplorasi peluang-peluang karier, mengeksplorasi latihan-latihan kerja, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi, meliputi: pengembangan konsep diri yang positif dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
4.    Dukungan Sistem
Ketiga komponen di atas merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.
Dukungan sistem meliputi aspek-aspek:
a)         Pengembangan Jejaring (networking)
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi: (a) konsultasi dengan guru-guru; (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat; (c) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah; (d) bekerjasama dengan personel sekolah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan konseli; (e) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling; dan (f) melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.
b)        Kegiatan manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (1) pengembangan program, (2) pengembangan staff; (3) pemanfaatan sumber daya; dan (4) pengembangan penataan kebijakan.

c)         Riset dan Pengembangan
Kegiatan riset dan pengembangan merupakan aktivitas konselor yang berhubungan dengan pengembangan profesional secara berkelanjutan, meliputi: (1) merancang, melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling; (2) merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri konselor profesional sesuai dengan standar kompetensi konselor; (3) mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika profesional; dan (4) berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.

2.2.8        Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dan Berbakat
Meskipun pada dasarnya pelayanan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan itu memang untuk semua konseli, termasuk bagi konseli berkebutuhan khusus dan berbakat, namun untuk mencegah timbulnya kerancuan perlu dikeluarkan dari cakupan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan itu. Pelayanan bimbingan yang memandirikan dalam arti menumbuhkan kecakapan hidup fungsional bagi konseli yang menyandang retardasi mental, harus dilayani oleh Pendidik yang disiapkan melalui Pendidikan Guru untuk Pendidikan Luar Biasa (PG PLB).
Pelayanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus akan amat erat kaitannya dengan pengembangan kecakapan hidup sehari-hari (daily living activities) yang tidak akan terisolasi dari konteks. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus merupakan pelayanan intervensi tidak langsung yang akan lebih terfokus pada upaya mengembangkan lingkungan perkembangan (inreach-outreach) bagi kepentingan fasilitasi perkembangan konseli, yang akan melibatkan banyak pihak di dalamnya.
Demikian pula pengembangan bakat khusus konseli tidak terjadi dalam suatu ruang yang vakum, melainkan selalu menggunakan bidang studi sebagai konteks pembinaan bakat. Ini juga berarti bahwa, wilayah pelayanan ahli konselor juga perlu dipetakan dengan mencermati peran konselor berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan bagi konseli yang berbakat khusus. Pemfasilitasian secara maksimal pengembangan potensi konseli berbakat khusus tidak dapat dilakukan sendirian oleh konselor atau oleh psikolog.
Oleh karena itu bimbingan bagi anak berbakat melalui apa yang dinamakan Pendidikan Anak Berbakat, tidak dapat diperlakukan dan tak perlu dipandang sebagai upaya yang luar biasa, melainkan harus dilihat sebagai bagian dari upaya perwujudan tujuan Pendidikan Nasional, di tingkat satuan Pendidikan dan di tingkat individual, sehingga harus dilihat dalam konteks pencapaian Tujuan Utuh Pendidikan Nasional.

2.3 Manajemen Bimbingan dan Konseling
2.3.1 Perencanaan Program
Penyusunan program bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan mengidentifikasi aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program tersebut. Kegiatan asesmen ini meliputi (1) asesmen lingkungan, yang terkait dengan kegiatan mengidentifikasi harapan Sekolah/Madrasahdan masyarakat (orang tua peserta didik), sarana dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi dan kualifikasi konselor, dan kebijakan pimpinan Sekolah/Madrasah; dan (2) asesmen kebutuhan atau masalah peserta didik, yang menyangkut karakteristik peserta didik, seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya (pekerjaan, jurusan, olah raga, seni, dan keagamaan), masalah-masalah yang dialami, dan kepribadian atau tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Berikut adalah struktur pengembangan programberbasis tugas-tugas perkembangan sebagai kompetensi yangharus dikuasai oleh peserta didik. Dalam merumuskanprogram, struktur dan isi/materi program ini bersifat fleksibelyang disesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan peserta didikberdasarkan hasil penilaian kebutuhan di masing-masingSekolah/Madrasah yaitu :
1.    Rasional
Rumusan ini dapat menyangkut konsep dasar yang digunakan, kaitan bimbingan dan konseling dengan pembelajaran/implementasi kurikulum, dampak perkembangan iptek dan sosial budaya terhadap gaya hidup masyarakat (termasuk para peserta didik), dan hal-hal lain yang dianggap relevan.
2.    Visi dan Misi
Secara mendasar visi dan misi bimbingan dan konseling perlu dirumuskan ulang ke dalam fokus:
Visi: Membangun iklim Sekolah/Madrasah bagi kesuksesan seluruh pesertadidik
Misi: Memfasilitasi seluruh peserta didik memperoleh dan menguasai kompetensi di bidang akademik, pribadi-sosial, karir berlandaskan pada tata kehidupan etis normatif dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3.    Deskrpisi Kebutuhan
Rumusan hasil needs assessment  (penilaian kebutuhan) peserta didik dan lingkungannya ke dalam rumusan perilaku-perilaku yang diharapkan dikuasai peserta didik.
4.    Tujuan
a)    Rumuskan tujuan yang akan dicapai dalam bentuk perilaku yang harus dikuasai peserta didik.
b)   Penyadaran, untuk membangun pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap perilaku.
c)    Akomodasi,  untuk membangun pemaknaan, internalisasi, dan menjadikan perilaku atau kompetensi baru sebagai bagian dari kemampuan dirinya, dan
d)   Tindakan, yaitu mendorong peserta didik untuk mewujudkan perilaku dan kompetensi baru itu dalam tindakan nyata sehari-hari.
5.    Komponen Program
Komponen program meliputi: (a) Komponen Pelayanan Dasar, (b) Komponen Pelayanan Responsif, (c) Komponen Perencanaan Individual, dan d) Komponen Dukungan Sistem (manajemen).
6.    Rencana Operasional
Rencana kegiatan adalah uraian detil dari program yang menggambarkan struktur isi program, baik kegiatan di Sekolah/Madrasah maupun luar Sekolah/Madrasah, untuk memfasilitasi peserta didik mencapai tugas perkembangan atau kompetensi tertentu.
7.    Pengembangan Tema / Topik
Tema ini merupakan rincian lanjut dari kegiatan yang sudah diidentifikasikan yang terkait dengan tugas-tugas perkembangan. Tema secara spesifik dirumuskan dalam bentuk materi untuk setiap komponen program
8.    Pengembangan Satuan Pelayanan
Dikembangkan secara bertahap sesuai dengan tema/topik.
9.    Evaluasi
Pengevaluasian program yang berfokus kepada keterlaksanaan program, sebagai bentuk akuntabilitas pelayanan bimbingan dan konseling.

10.    Anggaran
Rencana anggaran untuk mendukung implementasiprogram dinyatakan secara cermat, rasional, dan realistik.

2.3.2    Strategi Implementasi Program
Strategi pelaksanaan program untuk masing-masingkomponen pelayanan dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.    Pelayanan dasar
a)    Bimbingan Kelas
Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didikdi kelas. Secara terjadwal, konselor memberikanpelayanan bimbingan kepada para peserta didik.
b)   Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutamalingkungan Sekolah/Madrasah, untuk mempermudahatau memperlancar berperannya mereka di lingkunganbaru tersebut.
c)    Pelayanan Informasi
Pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik, melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung
d)   Bimbingan Kelompok
Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d.10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik.
e)    Pelayanan Pengumpulan Data
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta didik.
2.    Pelayanan Responsif
a)    Konseling Individual dan Kelompok
Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.


b)   Referal
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya konselor mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak yang berwenang.
c)    Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang peserta didik, membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran.
d)   Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di sekolah/madrasah, tetapi juga oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikaninformasi, pengertian, dan tukar pikiran antar konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau memcahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta didik.
e)    Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah
Berkaitan dengan upaya sekolah/madrash untuk menjalin kerjasama dengan unsur0unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
f)    Konsultasi
Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua atau pihak pimpinan sekolah/madrasah yang erkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
g)   Bimbingan Teman Sebaya
Bimbingan teman sebaya adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik lainnya.Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor.
h)   Konferensi Kasus
Kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik itu.


i)     Kunjungan Rumah
Kegiatan untuk memperoleh data tentang peserta didik tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya mengentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya.
3.    Perencanaan Individual
Konselor membantu  peserta didik menganalisis kekuatan dan kelemahan diri konseli berdasarkan data atau informasi yang diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan. Melalui kegiatan penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki pemahamaan, penerimaan dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif
4.    Dukungan Sistem
a)    Pengembangan Profesi
Konselor secara terus menerus berusaha untuk memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya.
b)   Manajemen Program
Program bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis dan terarah.
c)    Riset dan Pengembangan
Strategi : melakukan penelitian, mengikuti kegiatan profesi dan mengikuti aktifitas peningkatan profesi serta kegiatan pada organisasi profesi.

2.3.3        Evaluasi dan Akuntabilitas
1.    Tujuan
Dalam keseluruhan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, penilaian diperlukan untuk memperoleh umpan balik terjadap keefektifan pelayanan bimbingan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan informasi ini dapat ditetapkan langkah-langkah tindak lanjut untuk memperbaiki dan mengembangkan program selanjutnya
2.    Fungsi Evaluasi
a)    Memberikan umpan balik kepada konselor untuk memperbaiki atau mengembangkan program bimbingan dan konseling.
b)   Memberikan informasi kepadah pimpinan sekolah/madrasah, guru mata pelajaran, dan orangtua peserta didik tentangperkembangan sikap perkembangan peserta didik.
3.    Aspek-aspek yang Dievaluasi
Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan bimbingan yaitu penilaian proses untuk mengetahui sejauh mana keefektifan pelayanan dinilai dari prosesnya dan penilaian hasil untuk memperoleh informasi keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari hasilnya. Aspek yang dinilai baiik proses maupun hasil antara lain :
a)    Kesesuaian antara program dengan pelaksanaan.
b)   Keterlaksanaan program.
c)    Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan.
d)   Dampak pelayanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar.
e)    Respon perserta didik, personel sekolah dan orang tua peserta didik.
f)    Perubahan kemajuan peserta didik.
Berbeda dengan hasil evaluasi pengajaran yang pada umumnya berbentuk angka atau skor, maka hasil evaluasi bimbingan dan konseling berupa deskripsi tentang aspek-aspek yang dievaluasi.
4.    Langkah-langkah Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi program ditempuh melalui langkah-langkah berikut :
a)    Merumuskan masalah atau instrumentasi.
b)   Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpul data.
c)    Mengumpulkan dan menganalisis data.
d)   Melakukan tindak lanjut.
5.    Akuntabilitas
Hal yang amat penting dalam akuntabilitas adalah informasi yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan peserta didik dalam mencapai kompetensi.

2.3.4   Analisis Hasil Evaluasi Program dan Tindak Lanjut
Hasil analisis harus ditindaklanjuti dengan menyuusun program selanjutnya sebagai kesinambungan program, mengembangkan jejaring pelayanan, melakukan referal serta mengembangkan komitmen baru kebijakan orientasi dan implementasi pelayanan bimbingan dan konseling.

2.3.5        Personil Bimbingan dan Konseling
1.      Kepala Sekolah/Madrasah dan Wakil Kepala Sekolah/Madrasah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di sekolah/madrasah secara menyeluruh, khususnya pelayanan bimbingan dan konseling.


2.      Koordinator Bimbingan dan konseling
Koordinator adalah salah satu konselor, berperan sebagai pembantu kepala sekolah di bidang pelayanan bimbingan dan konseling.
3.      Konselor
Konselor adalah tenaga pendidik yang berkualifikasi strata satu (S-1) Program studi bimbingan dan konseling dan menyelesaikan Pendidikan Profesi Konselor (PPK) yang bertugas sebagai pelaksana utama, tenaga inti atau tenaga professional.
4.      Guru Mata Pelajaran/Praktik
Sebagai pengampu mata pelajaran dan/atau praktikum, guru dan mempunyai peran dalam pelayanan bimbingan dan konseling..
5.      Wali Kelas
Sebagai pembina kelas dan juga memiliki peran dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
6.      Staf adminstrasi
Berperan memperlancar program bimbingan dan konseling. Mereka diharapkan membantu menyediakan format-format yang diperlukan dan membantu para konselor dalam memelihara data dan serta sarana dan fasilitas bimbingan dan konseling yang ada.

2.4 Sarana dan Pembiayaan
Ruang bimbingan dan konseling merupakan salah satu sarana penting yang turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah. Letak atau lokasi ruang bimbingan dan konseling disuatu Sekolah/Madrasah dipilih lokasi yang mudah diakses (strategis) oleh konseli. Dengan demikian seluruh konseli bisa dengan mudah dan tertarik mengunjungi ruang bimbingan dan konseling.
Jumlah ruang bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kebutuhan jenis layanan dan jumlah ruangan. Antar ruangan sebaiknya tidak tembus pandang. Jenis ruangan idealnya yang diperlukan meliputi:
1.    Ruangan kerja bimbingan dan konseling disiapkan agar dapat mendukung produktivitas kinerja konselor, maka diperlukan fasilitas berupa: komputer, meja kerja konselor, almari, dan sebagainya.
2.    Ruangan administrasi/data perlu dilengkapi dengan fasilitas berupa: lemari penyimpan dokumen (buku pribadi, catatan-catatan konseling, dan lain-lain) maupun berupa soft copy. Dalam hal ini harus menjamin keamanan data yangdisimpan
3.    Ruangan konseling individual merupakan tempat yang nyaman dan aman untuk terjadinya interaksi antara konselor dengan konseli. Ruangan ini dilengkapi dengan satu set meja kursi atau sofa, tempat untuk menyimpan majalah.
4.    Ruangan bimbingan dan konseling kelompok merupakan tempat yang nyaman dan aman untuk terjadinya dinamika kelompok dalam interaksi antara konselor dengan konseli dan konseli dengan konseli. Ruangan ini dilengkapi dengan perlengkapan antara lain: sejumlah kursi, karpet, tape recorder, VCD dan televisi.
5.    Ruangan biblio terapi pada prinsipnya mampu menjadi tempat bagi para konsel dalam menerima informasi, baik yang berkenaan dengan informasi pribadi, sosial, akademik, dan karir di masa datang. Karena itu selain menyediakan informasi secara lengkap, ruangannya pun mampu menopang banyak orang. Ruangan ini dilengkapi dengan perlengkapan sebagai berikut: daftar buku/ referensi (katalog), rak buku, ruang baca, buku daftar kunjungan siswa. Jika memungkinkan fasilitas pendukung seperti fasilitas internet.
6.    Ruangan relaksasi yang bersih, sehat, nyaman, dan aman. Jika memungkinkan ruangan ini dapat dilengkapi dengan karpet, tape recorder , televisi, VCD/ DVD, dan  bantal.
7.    Ruangan tamu hendaknya berisi kursi dan meja tamu, buku tamu, jam dinding, tulisan dan atau gambar yang memotivasi konseli untuk berkembang dapat berupa motto, peribahasa, dan lukisan.
Diatas adalah contoh ruangan beserta fasilitas yang diharapkan agar menjadi tempat yang nyaman bagi konselor dan konseli dalam melakukan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan asas-asas dan kode etik bimbingan dan konseling. Konseli merasa nyaman berkunjung ke ruang bimbingan dan konseling dan konselorpun merasa nyaman sehingga betah untuk bekerja. Kenyamanan itu merupakan modal utama bagi kesuksesan program pelayananyang disediakan
2.4.1        Fasilitas Lain
Selain ruangan, fasilitas lain yang diperlukan untuk penyelenggaraan bimbingan dan konseling antara lain:
1.    Dokumen program Bimbingan dan Konseling (buku program tahunan, buku program semesteran, buku kasus, dan buku harian)
2.    Instrumen pengumpul data dan kelengkapan administrasi seperti:
a.    Alat pengumpul data berupa tes yaitu: tes inteligensi, tes bakat khusus, tes bakat Sekolah/Madrasah, tes/inventori kepribadian, tes/inventori minat, dan tes prestasi belajar.
b.    Alat penyimpan data, khususnya dalam bentuk himpunan data. Alat penyimpan data itu dapat berbentuk kartu, buku pribadi, map dan file dalam komputer. Bentuk kartu ini dibuat sedemikian rupa dengan ukuran-ukuran serta warna tertentu, sehingga mudah untuk disimpan dalam filling cabinet. Untuk menyimpan berbagai keterangan, informasi atau pun data untuk masing-masing konseli, maka perlu disediakan map pribadi. Mengingat banyak sekali aspek-aspek data konseli yang perlu dan harus dicatat, maka diperlukan adanya suatu alat yang dapat menghimpun data secara keseluruhan yaitu buku pribadi.
c.    Kelengkapan penunjang teknis, seperti data informasi, paket bimbingan, alat bantu bimbingan perlengkapan administrasi, seperti alat tulis menulis, blanko surat, kartu konsultasi, kartu kasus, blanko konferensi kasus, dan agenda surat, buku-buku panduan, buku informasi tentang studi lanjutan atau kursus-kursus, modul bimbingan, atau buku materi pelayanan bimbingan, buku hasil wawancara, laporan kegiatan pelayanan, data kehadiran konseli, buku realisasi kegiatan Bimbingan dan Konseling, bahan-bahan informasi pengembangan keterampilan pribadi, sosial, belajar maupun karir, dan buku/ bahan informasi pengembangan keterampilan hidup, perangkat elektronik (seperti komputer, tape recorder, film, dan CD interaktif, CD pembelajaran, OHP, LCD, TV); filing kabinet/ lemari data (tempat penyimpanan dokumentasi dan data konseli), dan papan informasi Bimbingan dan Konseling.
Dalam kerangka pikir dan kerangka kerja bimbingan dan konseling terkini, para konselor Sekolah/Madrasah perlu terampil menggunakan perangkat komputer, perangkat komunikasi dan berbagai software  untuk membantu mengumpulkan data, mengolah data, menampilkan data maupun memaknai data sehingga dapat diakases secara cepat dan secara interaktif. Perangkat tersebut memiliki peranan yang sangat strategis dalam pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah.
Dalam konteks ini, para konselor dituntut untuk menguasai sewajarnya penggunaan beberapa perangkat lunak dan perangkat keras komputer. Banyak sekali perangkat lunak yang dapat dimanfaatkan oleh konselor dalam upaya memberikan pelayanan terbaik kepada para konseli. Selain itu dengan menggunakan perangkat lunak komputer, konselor dapat memberikan pelayanan bimbingan dan konseling secara lebih efisien, dan dengan daya jangkau pelayanan yang lebih luas. Sebagai contoh perangkat lunak itu antara lain, program database konseli, perangkat ungkap masalah, analisis tugas dan tingkat perkembangan konseli, dan beberapa perangkat tes tertentu.
Komputer yang disediakan di ruang bimbingan dan konseling hendaknya memiliki memori yang cukup besar karena akan menyimpan semua data konseli, memiliki kelengkapan audio agar dapat dimanfaatkan setiap konseli untuk menggunakan berbagai CD interaktif informasi maupun pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan masalah, serta kelengkapan akses internet agar dapat mengakses informasi penting yang diperlukan konseli maupun dimanfaatkan konseli untuk melakukan e-counseling. 

2.4.2    Pembiayaan: Sumber dan Alokasi
Perencanaan anggaran merupakan komponen penting dari manajemen bimbingan dan konseling. Perlu dirancang dengan cermat berapa anggaran yang diperlukan untuk mendukung implementasi program. Anggaran ini harus masuk ke dalam Anggaran dan Belanja Sekolah/Madrasah.
Memilih strategi manajemen yang tepat dalam usaha mencapai tujuan program bimbingan dan konseling memerlukan analisa terhadap anggaran yang dimiliki. Strategi manajemen program yang dipilih harus disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki. Strategi yang dipilih tanpa mempertimbangkan anggaran yang dimiliki mungkin hanya akan menjadi angan-angan yang mungkin sulit untuk sampai mencapai tujuan program.
Kebijakan lembaga yang kondusif perlu diupayakan. Kepala Sekolah/Madrasah harus memberikan dukungan yang serius dan sistematis terhadap penyelenggaraan program bimbingan dan konseling. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling harus diperlakukan sebagai kegiatan yang utuh dari seluruh program pendidikan.
Komponen anggaran meliputi:
1.    Anggaran untuk semua aktivitas yang tercantum pada program.
2.    Anggaran untuk aktivitas pendukung (seperti untuk homevisit, pembelian buku pendukung/ sumber bacaan, mengikuti seminar/ workshop atau kegiatan profesi dan organisasi profesi, pengembangan staf, pembelian alat/ media untuk pelayanan bimbingan dan konseling)
3.    Anggaran untuk pengembangan dan peningkatan kenyamanan ruang atau pelayanan bimbingan dan konseling (seperti pembenahan ruangan, pengadaan buku-buku untuk terapi pustaka, penyiapan perangkat konseling kelompok)
Sumber biaya selain dari RABS (Rencana Anggaran Belanja Sekolah/Madrasah), dengan dukungan kebijakan kepala Sekolah/Madrasah jika memungkinkan dapat mengakses dana dari sumber-sumber lain melalui kesepakatan lembaga dengan pihak lain, atau menggunakan sumber yang dialokasikan oleh komite Sekolah/Madrasah.


BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di jalur pendidikan formal, bukan semata – mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas – tugas perkembangan. Penyusunan program bimbingan dan konseling di jalur pendidikan formal dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan mengidentifikasikan aspek – aspek yang dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program tersebut. Ruang bimbingan dan konseling merupakan salah satu sarana penting yang turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling, maka dari itu kebijakan lembaga yang kondusif perlu diupayakan.

3.2         Saran
Penyelenggaran bimbingan dan konseling, dapat dioptimalkan melalui peningkatan sarana dan prasarana, manajemen bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal  harus benar-benar diupayakan oleh konselor dan personil sekolah lainnya, dengan tujuan agar peserta didik benar-benar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas – tugas perkembangan ( menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral – spiritual ).



DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2008. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Jurusan BK UPI
Gibson, RL & Mitchell, M.H. Bimbingan dan Konseling. Translated by Yudi Santoso. Jakarta: Pustaka Pelajar



Post a Comment for "RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL"